Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggal di Gubuk Reyot, Sugiyo Sekeluarga Harus Tidur Bersama Ternak

Kompas.com - 28/04/2014, 18:53 WIB

NGAWI, KOMPAS.com -- Tekad Pemerintah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, untuk mengatasi masalah kemiskinan tampaknya masih sekadar pepesan kosong. Pasalnya, banyak warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, mereka yang rata-rata tinggal di pinggiran hutan itu tak pernah mendapatkan bantuan dari Pemkab Ngawi.

Kondisi itu dialami pasangan suami istri Sugiyo (36) dan Sudarminah (30). Pasutri empat anak yang masih kecil-kecil itu masih tinggal di gubuk reyot berukuran 3 x 4 meter. Mereka tinggal di rumah tak layak huni, yang masuk ke kawasan hutan Rayon Pemangku Hutan (RPH) Sangiran, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Saradan, persisnya di Desa/Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi.

Meski mereka tercatat sebagai warga Kabupaten Ngawi, sejak 15 tahun terakhir hidup di gubuk itu, mereka tak pernah mendapatkan bantuan dari Pemkab. Selain rumahnya tak layak huni, mereka juga tinggal bercampur dengan ternaknya berupa tiga ekor kambing. Pasutri itu juga tidak memiliki pekerjaan tetap.

Kekinian, keluarga miskin itu hanya pasrah. Apalagi, tanah yang mereka tempati itu adalah tanah milik Perhutani.

Sri Puji Astutik (16), anak pertama pasangan Sugiyo dan Sudarminah, mengaku merasa tak nyaman tinggal di gubuk reyot terbuat dari bambu berukuran 3 x 4 meter itu. Pasalnya, setiap malam harus menahan dingin angin hutan. Selain itu, setiap turun hujan, air akan masuk ke dalam rumahnya yang memprihatinkan.

Belum lagi, lanjutnya, setiap malam harus tinggal bersama tiga kambing milik orangtuanya itu.

"Kami ingin hidup dan tinggal di rumah yang lebih layak, tetapi mau bagaimana lagi. Pekerjaan orangtua kami hanya menanam singkong di lahan Perhutani ini," terangnya kepada Surya, Senin (28/4/2014).

Hal yang sama disampaikan Ny Sudarminah. Menurutnya, dia dan suaminya sudah tinggal di gubuk reyot itu selama 15 tahun. Sejak beberapa tahun terakhir mereka harus bercampur dengan kambing ternaknya untuk menambah penghasilan.

"Terpaksa kami tinggal dalam kondisi seperti ini. Mau membangun rumah tak memiliki biaya. Tempat yang kami tinggali ini saja tanahnya numpang tanah Perhutani, bukan tanah kami sendiri," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com