Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Asmadinata Kecewa Divonis Bersalah karena "Dissenting Opinion"

Kompas.com - 22/04/2014, 16:59 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com – Asmadinata, terdakwa kasus suap pengurusan perkara sudah dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang. Dia dihukum pidana lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider dua kurungan.

Meski demikian, Asmadinata masih keberatan dan menilai putusan yang dijatuhkan padanya aneh. Putusan yang dibacakan dalam sidang pada Selasa (22/4/2014) itu tidak mempertimbangkan fakta di persidangan.

“Saya pertegas di sini bahwa putusan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda itu tidak salah. Seorang hakim diberi kewenangan dan itu dijamin dalam undang-undang. Hak DO itu hak saya dan sah menurut aturan,” kata Asmadinata mengomentari pertimbangan hakim seusai mendengarkan putusan di ruang tahanan Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa.

Menurut mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Darmawangsa, Medan ini, seorang hakim bisa melakukan kreasi apa saja dalam menentukan putusan. Putusan berbeda yang diambil seorang hakim tidak bisa dinilai salah atau benar, karena itu hak sebagai sang pengadil.

“Hakim itu bisa memutus apa saja, bebas juga bisa,” kilahnya.

Penasihat hukum terdakwa, Yosep Parera menambahkan, pihaknya mengaku sudah tahu bahwa kliennya nanti akan diputus bersalah. Tebakan itu karena sejak awal dibacakannya putusan, jaksa pada KPK sudah tersenyum.

“Jaksa sejak awal sudah tersenyum mendengar pengantar majelis yang bilang Heru bersama Kartini Marpaung dan terdakwa. Nah, kalau sudah begini, Pak Asma pasti kena ini,” duga Parera.

Parera juga mengkiritik pertimbangan majelis hakim dalam memutus terdakwa. Baginya, putusan DO yang sempat dipikirkan kliennya tidak bisa dipersalahkan. Terdakwa Asmadinata juga tak jadi mengambil DO dan memilih menghukum terdakwa yang berusaha menyuap M Yaeni, dengan pidana 2 tahun dan lima bulan penjara.

“Ini putusan yang aneh. Putusan DO yang tidak jadi itu dijadikan pertimbangan. Putusan jelas menguraikan peran Kartini dan Heru, tapi terdakwa tidak ada sama sekali. Hakim bilang ikut serta pada tanggal 17 Agustus, padahal tanggal 14 Agustus 2014 sudah berangkat ke Malaysia,” sanggah pengacara Semarang ini.

Dia pun masih beranggapan bahwa pertimbangan majelis hakim yang dipimpin hakim Dwiarso Budi Santiarto itu keliru. Dalilnya, pertimbangan hukum yang mengatakan terdakwa ikut menerima, tidak bisa diterima. Pasalnya tidak ada tindak lanjut atau usaha yang dilakukan oleh terdakwa untuk meminta jatah suap dari Heru Kisbandono maupun Kartini Marpaung.

“Kalau ingin tindaklanjuti, beliau kan mesti minta kontak Heru. Heru juga dalam persidangan tidak punya kontak Asma. Jadi, bagaimana bisa berhubungan, apalagi ikut serta,” tambahnya.

Dalam perkara ini, hakim menilai Asmadinata bersalah melanggar ketentuan pasal 12 Huruf C UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Tiga unsur dalam pasal tersebut, yakni hakim menerima hadiah atau janji dan melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana, terpenuhi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com