Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Anak Bupati Toli-toli Hadapi Sidang Pidana Pemilu

Kompas.com - 21/03/2014, 07:39 WIB
Videlis Jemali

Penulis

DONGGALA, KOMPAS.com - Calon anggota DPR dari Partai Demokrat, Besar Bantilan, dan caleg DPD Yapto Bantilan, didakwa melakukan politik uang dalam kampanye tertutup pada pertengahan Februari 2014. Keduanya berasal dari daerah pemilihan Sulawesi Tengah.

Sidang pembacaan dakwaan berlangsung di Pengadilan Negeri Donggala, Sulawesi Tengah, Kamis (20/3/2014). Mereka terancam hukuman maksimal dua tahun penjara dan denda Rp 24 juta.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Donggala Sugiarto menyampaikan Besar dan Yapto secara bersama-sama membagi Rp 1,5 juta kepada delapan perwakilan gereja dan dua mushala di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulteng.

"Mereka dijerat Pasal 301 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD , dan DPRD," kata Sugiarto. Dua bersaudara yang juga adalah anak Bupati Tolitoli Saleh Bantilan ini melakukan sosialisasi di lapangan sepak bola Kulawi pada pertengahan Februari, dengan kehadiran sekitar 100 orang.

Ketua Panitia Pengawas Pemilu Lapangan Kulawi, Martisna, ada di lokasi kampanye itu dan merekam dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan Besar dan Yapto. Dalam persidangan, Martisna menjadi saksi bersama anggota Panwaslu dari Divisi Hukum Kabupaten Sigi, Pauletan.

Pauletan bersaksi Besar dan Yapto menyerahkan uang yang mereka sebut sebagai sumbangan kepada perwakilan gereja dan mushala di Kulawi disertai ajakan untuk memilih. Menjawab pertanyaan Ketua Hakim Agung Sulistioyono, Pauletan mengatakan penentuan dugaan tindak pidana pemilu ini berdasarkan koordinasi dan pleno di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang dilakukan pada 17 Februari dan 19 Februari 2014.

Forum tersebut melibatkan Panwaslu Sigi, Polres Sigi, dan Kejari Donggala. Mereka menyepakati Yapto dan Besar melakukan politik uang. Namun, penasihat hukum terdakwa, Muslim Mamulai, mempertanyakan langkah Panwaslu Sigi yang tidak meminta klarifikasi dari kedua kliennya. "Menunjukkan klien kami dari awal memang sudah diposisikan bersalah," ujar dia.

Pauletan menanggapi keberatan Muslim itu dengan mengatakan klarifikasi sulit dilakukan karena jauhnya jarak antara Sigi dan Tolitoli yang mencapai 400 kilometer. Lagi pula, UU Nomor 8/2012 hanya menggunakan diksi "dapat mengklarifikasi". "Artinya, tidak ada keharusan," tutur Pauletan.

Seusai sidang, Yapto membantah dakwaan jaksa. "Kami memberikan sumbangan yang inisiatifnya berasal dari masyarakat. Apakah salah kalau menyumbang. Kami tidak mengajak mereka memilih kami," tutur dia.

Sidang akan dilakukan secara marathon dengan agenda pemeriksaan saksi yang lain mengingat putusan harus dikeluarkan tujuh hari sejak sidang perdana digelar. Dalam sidang ini sempat terjadi insiden wartawan diwajibkan melapor dan meminta izin pada ketua majelis hakim perkara ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com