Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berobat di Klinik Ini, Warga Cukup Bayar dengan Sampah

Kompas.com - 19/03/2014, 13:17 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis


MALANG, KOMPAS.com — "Sehat tak harus mahal". Kalimat tersebut mendorong dokter Gamal Albinsaid untuk mendirikan klinik pengobatan bagi warga miskin di Kota Malang, Jawa Timur. Di klinik ini, Gamal ingin menunjukkan bahwa sehat itu tak mahal. Jika ingin berkonsultasi dan berobat, warga cukup membayarnya dengan sampah yang telah dikumpulkan di rumah masing-masing.

Gamal mengaku merintis klinik model ini karena dilatarbelakangi pengamatan bahwa kepedulian pemerintah dalam sektor kesehatan untuk warga miskin masih tergolong minim. Dana APBN masih tergolong kecil. Namun, walaupun sudah dianggarkan, realisasinya masih belum maksimal dan tak tepat sasaran.

"Kondisi kepedulian dan minimnya anggaran dari APBN untuk menjamin kesehatan warga miskin itu yang membuat kami dan teman-teman semangat untuk menciptakan sebuah kreasi baru guna memudahkan pasien kurang mampu untuk berobat. Cukup membayar dengan sampah," katanya kepada Kompas.com, Rabu (19/3/2014).

Dia melanjutkan, berobat menjadi sesuatu yang sulit bagi banyak warga karena biaya yang mahal. Pria berusia 24 tahun itu menegaskan bahwa klinik tersebut didirikannya semata untuk berbuat sesuatu secara nyata. Dia merasa kasihan jika rakyat miskin harus menunggu punya uang dulu untuk berobat. Hal ini terlebih lagi jika mereka memiliki penyakit berbahaya, semacam penyakit jantung dan kencing manis, yang perlu penanganan cepat dan serius.

"Tujuan saya hanya ingin membantu warga miskin yang kesulitan dan tak punya uang untuk berobat. Biaya berobat sekarang semakin mahal, makanya sehat ini mahal," ucapnya.

Konsep membayar dengan sampah dikembangkannya sejak tahun 2010. Kini, jumlah klinik tersebut sudah berkembang menjadi lima unit. Kelimanya beroperasi di sejumlah kecamatan di Kota Malang. Klinik hanya buka pada sore hari hingga malam, yaitu pukul 16.00 hingga 20.00 WIB.

Sebelum berobat, warga harus mendaftar terlebih dulu menjadi anggota klinik. Setiap bulan, warga yang sudah terdaftar menjadi pasien harus menyetorkan sampah kering seharga Rp 10.000. Sampah-sampah tersebut akan diolah oleh tim yang telah dibentuk oleh dokter Gamal.

"Sampah itu akan kita jual ke pemulung sesuai standar harga pasar. Kita yang menjual sampahnya," katanya.

Sekali setor sampah ke pemulung, Gamal dan tim berhasil menjualnya sebesar Rp 200.000. Setiap sampah yang dibawa warga akan langsung dijual ke pemulung.

"Yang penting klinik tetap bisa beroperasi dan tidak ada kendala soal keuangan. Semoga bisa terus membantu warga miskin," tuturnya.

Dari pantauan Kompas.com, sampah-sampah yang dibawa oleh pasien, Rabu pagi itu, bertumpuk di luar klinik yang berlokasi di Jalan Kiai Parseh Jaya, Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Sukun, Kota Malang.

Sempat terhenti

Gamal bersyukur, kini sudah ada 500 anggota klinik. Dalam proses mempertahankan kliniknya untuk tetap beroperasi, Gamal mengaku bahwa ia tentu saja menghadapi tantangan. Kliniknya bahkan sempat berhenti beroperasi selama enam bulan.

"Alhamdulillah sekarang bisa dilanjutkan," ungkapnya.

Pihaknya juga pernah bekerja sama dengan Bank Sampah yang didirikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang. Namun, kerja sama tidak berjalan baik. Mengenai penyebabnya, Gamal enggan bicara.

Untuk bisa bertahan hidup, Gamal mengatakan, pihaknya harus menggunakan sistem asuransi mikro yang difokuskan untuk terus menambah jumlah anggota.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com