Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bentara Bali Perbincangkan Sastra Modern

Kompas.com - 13/03/2014, 04:17 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Program Sandyakala Sastra yang digelar pertama kali tahun 2010, merupakan salah satu agenda berkala Bentara Budaya Bali, telah menginjak seri yang ke-39. Bila pada Sandyakala Sastra #38 sebelumnya dihadirkan diskusi dan pembacaan puisi “10 Tahun Seri Puisi Jerman” yang mengetengahkan puisi-puisi karya Rainer Maria Rilke, Sandyakala Sastra #39 kali ini akan memperbincangkan seputar kehidupan sastra daerah, khususnya sastra Bali modern. Program bertajuk “Nasionalisme dan Pemuliaan Bahasa Daerah” ini diberlangsung pada Jumat (14/3) di Bentara Budaya Bali (BBB).

Sebagai pembicara diskusi adalah Wayan Westa, budayawan dan sastrawan Bali mumpuni yang pada tahun 2014 memperoleh penghargaan Sastra Rancage atas karyanya Tutur Bali (2013). Lelaki kelahiran Klungkung, 27 Januari 1965 ini akan membahas pula perihal kecenderungan tematik yang kerap hadir dalam karya-karya sastra Bali modern, termasuk bagaimana sesungguhnya keberadaan sastra-sastra daerah di tanah air kini.

“Boleh dikata, apresiasi terhadap karya sastra Bali modern terbilang masih terbatas, hanya sebagai kajian di perguruan tinggi untuk makalah, acuan skripsi atau tesis, serta bahan bacaan di sekolah-sekolah, belum mampu menarik minat publik secara luas. Dengan adanya diskusi ini, kami harap akan lebih menarik minat masyarakat luas untuk lebih bisa menikmati dan mendukung keberadaan karya sastra Bali modern.” ujar Putu Aryastawa, staf BBB.

Pada tahun 2013, sastra Bali modern telah mencatat satu capaian mengembirakan. Hal ini ditandai dengan terbitnya 19 judul buku, mulai dari novel, kumpulan puisi maupun cerpen, yang memperkaya khasanah susastra. Dalam karya-karya tersebut rupanya memiliki kecendrungan tematik yang sama.

Dialog ini akan mengulas pula lebih mendalam bagaimana upaya-upaya pemuliaan bahasa daerah dikaitkan dengan semangat nasionalisme yang sedini awal kemerdekaan digaung-kumandangkan ke segenap penjuru tanah air. Apakah upaya pemuliaan bahasa daerah bertolak belakang dengan semangat mengembangkan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia, atau justru sebaliknya?

Profil Pembicara
Lahir di Klungkung, 27 Januari 1965, I Wayan Westa menyelesaikan pendidikan di FKIP Universitas Dwijendra Denpasar, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali. Tahun 1989-1993 mengajar SLUA Saraswati Klungkung, dosen di sejumlah perguruaan tinggi swasta. Menekuni dunia jurnalistik, tulisannya tersebar di sejumlah media; Mingguan Karya Bhakti, Harian Nusa, Bali Post, Kompas, dan Radar Bali. Tahun 2000-2009 bekerja sebagai Redaktur Majalah Gumi Bali SARAD.

Tahun 2010-2012 dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi Majalah SABDA. Sebelumnya, dalam rangka Program Pemetaan Bahasa Nusantara, tahun 1999 ia bekerja di The Ford Foundation. Menyunting sejumlah buku diterbitkan Yayasan Obor Indonesia, Wulan Sedhuwuring Geni (Antologi Cerpen dan Puisi Daerah), Seribu Kunang-Kunang di Manhatan (Terjemahan dalam 13 Bahasa Daerah), dan Sunari (Novel Basa Bali karya Ketut Rida). Rabindranath Tagore, Puisi Sepanjang Zaman, Penerbit Yayasan Darma Sastra, 2002. Menulis buku Tutur Bali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com