"(Alat bantu braille) memang hanya untuk (surat suara) DPD. Nanti pas memilih anggota DPR dan DPRD, pemilih (tunanetra) itu akan didampingi oleh seorang yang akan membantunya," ujar Komisioner KPU, Arief Budiman, di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2014).
Ia menuturkan, pemilih tersebut akan dibantu oleh petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) atau oleh orang yang telah ditunjuknya sendiri. Yang pasti, katanya, pendamping tersebut harus menandatangani pernyataan. Menurutnya, pendamping tunanetra harus menjamin tidak akan memengaruhi pemilih tersebut.
"Yang kedua, dia tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun soal pilihan pemilih itu. Ancamannya, pidana," ujarnya.
Arief mengatakan, KPU hanya menyediakan surat suara braille untuk pemilihan anggota DPD karena lebih mudah, dan ukurannya lebih memungkinkan. Jumlah calon anggota legislatif (caleg) DPD di setiap provinsi lebih sedikit dibandingkan jumlah caleg DPR.
"Paling banyak kan hanya 30 caleg DPD di satu provinsi, sedangkan kalau DPR bisa sampai 80-an caleg. Itu butuh ruang yang besar sekali," kata mantan anggota KPU Jawa Timur itu.
Ia mengklaim bahwa KPU sudah berkonsultasi soal alat bantu tunanetra itu dengan Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca). "Mereka menyebutkan, cukup template surat suara DPD saja, dan cukup satu template saja," kata Arief.
Sebelumnya, KPU mengaku menggunakan anggaran Rp 3,7 miliar untuk pengadaan alat bantu tunanetra pada surat suara pemilihan anggota DPD. KPU menghemat anggaran sekitar Rp 1,6 miliar untuk pengadaan logistik itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.