Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Direktur Reskrim Pun Pernah Ditawari ABG...

Kompas.com - 21/02/2014, 08:20 WIB
MANADO, KOMPAS.com — Kepolisian Daerah Sulawesi Utara mengaku kewalahan menindak kejahatan perdagangan manusia atau trafficking. Modus pelaku sudah beragam untuk menjerat korban. Penindakan hukum justru belum efektif meredam aksi kejahatan ini.

Demikian disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulut Komisaris Besar Jefry Lasut dalam rapat koordinasi penanganan trafficking di Kantor Gubernur, Kamis (20/2/2014).

Dibandingkan penegakan hukum, tindakan pencegahan dirasa lebih efektif. Menurut Lasut, pencegahan bisa saja dilakukan andai modus pelaku sudah diketahui.

Pelaku kejahatan trafficking kerap mengandalkan iming-iming, baik kepada korban maupun orangtua korban. Kejahatan ini bisa dilakukan langsung perekrut, yang disebut mami atau papi, atau lewat perantara, semisal teman korban sendiri.

"Mereka akan datang ke daerah pelosok menyasar keluarga yang kondisi perekonomiannya lemah. Pendekatannya, mereka meminjamkan uang atau memberikan harapan-harapan kepada orangtua. Sasarannya gadis yang baru SMP atau SMA. Nanti mereka akan bujuk untuk dipekerjakan di tempat layak, seperti hotel atau restoran, bahkan iming-iming akan di sekolahkan," kata Lasut.

Bisa langsung ditebak, korban akan berakhir di tempat prostitusi sebagai pekerja seks komersial. "Ada contoh kasus orangtua sampai teperdaya, bahkan datang mengantar kepergian sang putri ke bandara," ungkapnya.

Adapun tujuan perdagangan utama berada di Papua. Untuk Bali atau Makassar biasanya hanya transit.

Lasut pun pernah mengaku pernah menemukan modus perdangangan manusia lainnya. Lewat perantara calo, korban ditawarkan ke pengusaha atau pejabat di Kota Manado. Ia tahu karena pernah juga ditawari gadis ABG. "Saya pernah ditawari juga, ini calo teman korban sendiri," katanya.

Modus itu pulalah yang terjadi di Manado, istilahnya uji coba dulu. Selanjutnya, wanita-wanita itu dikirim ke tempat tujuan, seperti Batam dan Makassar, bahkan ke luar negeri.

Lebih naas lagi, jika sudah berada di tangan mafia trafficking, korban akan disekap dalam satu lokasi. Kelompok ini menggunakan sistem order. Setelah melayani pelanggan, korban kembali disekap menunggu order berikutnya.

Masalah penanganan kasus trafficking juga terkait persoalan klasik, uang. Menurut Kombes Lasut, kasus ini sudah dibongkar, giliran mau memulangkan korban, kepolisian kehabisan dana. Sebab, dana kepolisian hanya tersedia untuk proses penyidikan.

Menurut dia, masalah masih berlanjut saat para korban dibawa ke tempat rehabilitasi di Sulut. "Seusai rehabilitasi korban akan bekerja di mana? Tak heran diajak lagi, mau lagi ikut," katanya.

Wakil Gubernur Sulut Djouhari Kansil pun mengaku sepakat harus ada pencegahan sebelum terjadi kasus tersebut. Harus ada gugus tugas untuk pencegahan secara struktural dari pemerintah maupun non-pemerintah, seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat. Bahkan, pejabat di tingkat kelurahan seperti kepala lingkungan (pala) harus terlibat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com