Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Km dari Puncak Kelud, Sesaat Sebelum Letusan

Kompas.com - 15/02/2014, 15:51 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


KEDIRI, KOMPAS.com - Meletusnya Gunung Kelud pada Kamis (13/2/2014) menjadi pengalaman yang tidak terlupakan oleh Suprapto, penyiar radio Kelud FM, yang studionya berada 10 Km dari puncak gunung. Hingga 40 menit sebelum Kelud meletus, dia masih siaran.

Malam itu, Suprapto masih mengudara dengan memperingatkan warga di sekitar kaki gunung tentang kemungkinan adanya letusan Kelud. Betul saja, sekitar pukul 22.40, gunung tersebut meletus.

Beruntung, Suprapto telah menghentikan siarannya. Siaran dihentikan bukan karena status awas yang dikeluarkan atas gunung itu, namun karena memang jadwal siar yang sudah berakhir. Begitu letusan terdengar, Suprapto bersama 14 orang rekannya pengurus radio komunitas itu segera membantu mengevakuasi warga.

Seperti biasa, perempuan, anak dan orang lanjut usia didahulukan. Beberapa unit truk memang sudah disiagakan. "Niatnya, rencana awal untuk mengevakuasi ternak pada Jumat (14/2/2014) pagi. Tapi di luar dugaan, gunung meletus. Ya sudah, manusianya saja dulu yang dievakuasi," kata pria yang akrab disapa Prapto itu, saat ditemui di halaman studionya, di Desa Sugih Waras, Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (15/2/2014).

Hanya ada waktu sekitar 1,5 jam sejak status gunung dinaikkan menjadi awas hingga akhirnya meletus. Status awas ditetapkan pasa pukul 21.15.

Prapto menggambarkan, warga sangat panik saat itu. Belum lagi, truk yang tersedia ternyata tidak mampu menampung 3.209 jiwa warga desa.

"Untung beberapa warga berinisiatif menggunakan sepeda motor turun ke bawah," ujar lulusan SMK bidang teknik mesin itu.

Ia mengatakan, pihaknya sempat berkoordinasi dengan pihak Perusahaan Listrik Negata (PLN) setempat. Dia meminta, agar PLN tidak dulu memadamkan listrik hingga seluruh warga terevakuasi.

"Bayangkan gelapnya kalau listrik padam saat itu. Begitu semua warga diangkut, kami beri tanda, listrik langsung dipadamkan," kisahnya.

Kalau pengungsi lain, pada siang hari, kembali ke rumahnya untuk mengecek keadaan rumah dan harta bendanya, tidak demikian dengan Suprapto. Sabtu siang itu, dia menyambangi studio radionya. Ia berharap dapat kembali mengudara. Dengan demikian, dia dapat menyapa warga kaki Gunung Kelud, sekadar menghibur dan memberi informasi soal gunung itu.

Tetapi, pemadaman listrik masih belum usai. Maka, dia memutuskan membersihkan studionya saja. Sebelum memasuki studio, Suprapto mencari-cari anak kunci pintunya.

"Waktu meletus itu lagi cari kunci saja. Saya lupa ditaroh mana," katanya.

Radio Kelud FM mengudara sejak 2010 lalu. Radio komunitas itu digawangi 15 anak muda warga Desa Sugih Waras yang terpanggil. "15 pemuda ini juga yang kemarin terlibat mengevakuasi warga," tuturnya.

Dengan jam siar antara pukul 10.00 hingga 18.00 dan pukul 19.00 hingga 22.00, siaran radio itu baru bisa diakses warga di Kecamatan Ngancar. Isi siaran kebanyakan soal informasi terkait aktivitas Gunung Kelud. Jika kondisi gunung sedang waspada, informasi yang lebih ringan dan menghibur diperbanyak. Menurutnya, pendengarnya paling banyak adalah warga Desa Sempu dan Desa Babadan.

"Kalau warga di desa ini kan bisa datang langsung untuk mendengar," kata Suprapto.

Ia menuturkan, biaya produksi siaran adalah swadaya dari 15 kru radio. Radio komunitas itu beroperasi meski tanpa sponsor resmi. Sebagai anak muda yang paham betul soal mesin dan teknik radio, Suprapto tidak tergiur hidup di kota, menjual keahliannya.

"Lebih enak di desa, dekat dengan warga, dekat dengan gunung," ujar Suprapto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com