Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkena PHK, Ribuan Pekerja Tambang Tuntut Pesangon

Kompas.com - 05/02/2014, 14:46 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis


KENDARI, KOMPAS.com — Sekitar 14.000 pekerja tambang dari 47 perusahaan yang berproduksi di Sulawesi Tenggara dirumahkan tanpa mendapat pesangon. Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal itu menyusul pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 tentang larangan ekspor mineral mentah sejak 12 Januari lalu.

Koordinator Solidaritas Pekerja Tambang Nasional (Spartan) Sultra, Halim Alkaf, seusai menggelar aksi unjuk rasa menolak pemberlakuan PP Nomor 1 tahun 2014 mengatakan, pemerintah harus membayarkan pesangon dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi pekerja tambang yang di-PHK.

“Selain dampak langsung yang diterima para karyawan, dampak juga dirasakan warga yang berusaha di sekitar perusahaan tambang termasuk perusahaan penyuplai kebutuhan perusahaan tambang,“ terangnya, Rabu (5/2/2014).

Menurutnya, 14.000 orang itu karyawan baru di perusahaan tambang nikel yang telah berproduksi. Belum lagi di perusahaan yang tengah melakukan eksplorasi dan perusahaan sub kontraktor.

Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah Provinsi Sultra harus mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah pusat untuk mengambil langkah menghidupkan kembali kegiatan perekonomian masyarakat.

Sebelumnya, Gubernur Sultra Nur Alam mengungkapkan PHK massal terhadap pekerja tambang di Sultra bersifat sementara. Pihaknya akan mengidentifikasi penduduk lokal yang kehilangan lapangan kerja dan perbedaan pro-material dan material yang sudah diproses.

“Begini, jangan terlalu emosional menyikapi persoalan ini. Pertama, secara jujur yang ingin saya katakan, coba identifikasi berapa banyak penduduk lokal yang kehilangan lapangan kerja. Jangan sampai lebih banyak kehilangan pekerjaan. Warga di luar Sulawesi Tenggara dan tenaga kerja yang datang ini merugikan segmen lapangan kerja penduduk lokal,” tegas Nur Alam.

Menurutnya, pemberlakuan PP Nomor 1 tahun 2014 adalah sebuah proses yang harus dilalui untuk peningkatan kapasitas dunia usaha dari trading pro-material menjadi pengusaha industri.

Dikatakan, PHK hanya bersifat sementara. Hal ini karena masih banyak lapangan kerja lain yang dapat menjadi kompensasi atau yang bisa dikompensasikan dalam melakukan mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Ekspor sudah tutup, itu sikap pemerintah. Kalau ada aksi, itu hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasi, tetapi tidak mungkin lagi ketentuan undang-undang akan dicabut, sebab undang-undang itu juga dibuat untuk kepentingan masyarakat,” jelasnya.

Nur Alam juga menyesalkan sikap pengusaha yang belum juga membangun pabrik seperti ketentuan UU Minerba Nomor 4 tahun 2009.

“Sudah lima tahun disosialisasi, seharusnya para pengusaha dari lima tahun yang lalu sudah bersiap-siap mengembangkan dan meningkatkan kapasitasnya, tetapi yang terjadi tidak demikian, seolah-olah pemerintah dianggap main-main dan mengira pada tahun 2014 ekspor akan dibuka, padahal tidak kan?” tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com