Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Batu Pedoman di Goa Terkutuk

Kompas.com - 18/01/2014, 16:33 WIB
Kontributor Bone, Abdul Haq

Penulis

BONE, KOMPAS.com - Sebuah goa di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan banyak dikunjungi warga kala liburan tiba. Goa ini disebut sebagai goa terkutuk karena di dalamnya banyak batu menyerupai mahluk hidup, hingga gubuk dan peralatan tradisional lainnya.

Di dalam goa ini pula terdapat batu yang paling sakral dan dijadikan sebagai pertanda alam bagi warga setempat.

Goa Mampu, terletak di lereng pegunungan Mampu, Desa Cabbeng, Kecamatan Duaboccoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Bagi penduduk setempat, goa ini diyakini sebagai sebuah pemukiman penduduk yang dikutuk menjadi batu oleh seorang raja yang berkuasa pada saat itu.

Keyakinan penduduk setempat didasarkan oleh cerita turun temurun serta banyaknya batu yang menyerupai mahluk hidup, serta peralatan tradisional hingga areal persawahan yang membatu.

Goa yang hingga kini belum diukur oleh pemerintah setempat memilik sejumlah tingkatan serta sejumlah lorong yang berhubungan satu sama lain.

Saat memasuki goa ini, maka pengunjung terlebih dahulu harus membungkuk dan menemukan dua buah batu yang tergantung, batu ini sebagai pintu gerbang.

Keunikan dua batu yang tergantung ini adalah memilik bunyi yang berbeda jika dipukul. Ada yang nyaring seperti besi serta ada pula suara yang biasa sebagaimana layaknya batu biasa yang dipukul.

Selain itu, terdapat batu yang menyerupai hamparan persawahan, serta sebuah kapal dan sejumlah binatang yang menyerupai buaya, kuda, tikus serta burung yang bertengger dan sebuah gubuk berukuran tiga meter.

Batu pedoman
Goa ini juga dihuni oleh ribuan kelelawar dan burung walet yang bergelantungan dan bersarang di atas goa. Di ujung lorong goa ini terdapat dua buah batu yang ujungnya saling berhadapan di mana yang satunya bergelantungan dari atap goa.

Batu ini dikenal dengan batu pedoman. Warga setempat menjadikan batu ini sebagai pertanda alam, di mana jika masing masing ujung dari batu saling bersentuhan maka diyakini akan terjadi bencana alam yang menimpa perkampungan setempat.

"Kalau bersentuhan maka akan terjadi bencana alam dan ini sudah sering terjadi nanti kalau  terpisah lagi," kata warga setempat, Andi Adi.

Menurut cerita turun temurun, goa ini dahulunya adalah sebuah perkampungan yang diperintah oleh salah seorang raja. Saat itu, putri sang raja sedang bertenun di atas rumah panggung miliknya.

Namun, salah satu alat tenunnya terjatuh. Sang putri pun berkata bahwa siapa pun yang membantunya mengambil alat tenun tersebut maka akan dijadikannya suami. Naas, anjing sang putri yang disebut Labolong melompat dan turun mengambil alat tenun tersebut dan membawakannya kepada sang putri.

Lantaran perkataan sang putri telah terlanjur diucapkan dan tak boleh dilanggar, maka sang putri harus menikahi anjingnya hingga membuat raja murka dan mengutuk perkampungan tersebut menjadi batu.

Anjing dan peralatan tenun tersebut juga hingga kini masih ada dan menjadi batu. "Dulu di sini memang perkampungan yang dikutuk dan ini cerita yang diwariskan secara turun temurun," kata Yasin, Kepala Desa setempat.

Sayangnya, goa ini tak mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat. Terbukti dengan banyak sampah plastik yang dibawa oleh pengunjung dan berserakan di lantai goa serta tak adanya petugas khusus yang menjaga mau pun merawat goa ini.

Padahal, setiap harinya, goa ini dikunjungi oleh ratusan warga dan bahkan mencapai ribuan jika hari libur tiba.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com