KOMPAS.com
- Kereta api meluncur menembus kabut menuju Bandara Internasional Kualanamu di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, beberapa saat lalu. Bunyi klakson anginnya yang membahana mencuri perhatian calon penumpang dan warga yang antre di pintu masuk bandara, sekitar 50 meter dari Stasiun Bandara.

Selanjutnya, ratusan orang lalu lalang. Sebagian bergegas menuju pintu bandara untuk check in, sisanya membeli tiket kereta api menuju Medan. Inilah satu-satunya bandara di Indonesia yang sudah memiliki jaringan kereta api untuk membantu mobilitas penumpang.

Dari udara, Bandara Internasional Kualanamu tampak seperti sebuah kota yang dikelilingi perkebunan kelapa sawit. Memang, mulanya lahan untuk bandara ini merupakan perkebunan kelapa sawit milik PT Perkebunan Nusantara II di Kualanamu, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Di sekitar bandara masih terlihat sisa-sisa kebun kelapa sawit itu.

Ketika masih berupa perkebunan, jalan menuju areal bandara ini hanya jalan desa berupa tanah dan sempit. Pada malam hari, suasananya sepi. Apalagi ketika musim hujan. ”Jalan becek, jadi orang malas keluar rumah,” kata Yopi Mulya Atmaja (31), seorang pekerja.

Penjambretan, pencurian, dan perampokan pun kerap terjadi di Jalan Simpang Kayu Besar dan Jalan Batang Kuis yang merupakan akses menuju perkebunan kelapa sawit ini.

Jalan akses menuju bandara yang dulu becek dan gelap serta disebut sebagai tempat jin buang anak kini beraspal dan terang benderang. Meskipun masih dalam pengerjaan, jalan sepanjang 16 kilometer itu kini lebarnya 6-10 m.

”Rencananya akan dibangun jalan empat jalur total selebar 12 meter. Bahkan, masih bisa nambah lebarnya,” kata Kepala Pelaksana Jalan Nasional I Wijaya Seta.

Baik siang maupun malam, jalanan ini ramai lalu lalang kendaraan yang mengangkut penumpang dari dan ke bandara. Dalam sehari tak kurang dari 15.000 orang melewati jalur ini. Sisanya, sekitar 5.000 orang, menggunakan kereta api.

Melongok ke dalam bandara seolah sulit membayangkan bahwa di kanan-kiri para penumpang yang duduk di ruang tunggu dulunya berdiri tegak pohon kelapa sawit. Semua itu kini terganti dengan lantai berlapis karpet, dinding kaca, serta puluhan petugas nan rapi dan wangi. 

Mengelilingi bandara ini mengingatkan saya pada Bandara Internasional Kuala Lumpur di Malaysia. Interior dan tata ruangan kedua bandara ini mirip.

Jejak kelapa sawit itu tidak sepenuhnya hilang. Arsitek Wiratman merancang bangunan utama terminal ini dengan desain mirip pohon kelapa sawit. Dinding bangunan yang didominasi kaca, memungkinkan cahaya matahari mudah masuk sehingga menghemat energi listrik untuk penerangan.

Aerotropolis

Kualanamu secara singkat dapat diartikan tempat pertemuan sungai dan laut. Di dekat bandara ini terdapat anak-anak sungai yang bermuara ke Selat Malaka. Terminal Bandara Internasional Kualanamu hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari bibir Selat Malaka.

Bandara ini dibangun di atas lahan 1.365 hektar. Luas terminal mencapai 11,8 hektar dengan panjang landasan 3,75 kilometer. Kapasitas terminal 8,1 juta penumpang per tahun. Lahan parkirnya saja mampu menampung 1.315 mobil dan 55 bus.

Bandara Internasional Kualanamu sebenarnya jawaban atas ketidaklayakan Bandara Internasional Polonia yang ada di tengah Kota Medan. Bandara yang berdiri di atas lahan 152 hektar itu hanya mampu menampung 0,9 juta penumpang per tahun. Padahal, jumlah penumpang pada pertengahan tahun 2013 mencapai 6 juta per tahun.