Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPPTKG Tolak Tawaran Dukun Meredam Letusan Merapi

Kompas.com - 04/01/2014, 18:18 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTKG), Subandriyo, mengaku pasca-letusan freatik gunung Merapi yang terjadi pada Senin (18/11/2013) lalu, pihaknya dihubungi beberapa dukun via telepon yang menawarkan bantuan meredam aktivitas gunung Merapi. Sebagai syarat untuk ritual meredam aktivitas gunung Merapi, pihak BPPTKG harus membayar uang sesaji sebesar Rp 2.200.200.

"Setelah letusan freatik lalu, beberapa kali saya dihubungi oleh beberapa orang yang mengaku berprofesi sebagai dukun (paranormal). Mereka menawarkan jasa meredam aktivitas Merapi," jelas Subandriyo, Sabtu (4/1/2014).

Subandriyo mengungkapkan, berdasarkan pengamatan metafisik, paranormal tersebut melihat gunung Merapi dalam keadaan kritis. Lalu mereka menawarkan jasa meredam aktivitas gunung Merapi yang menurut pandangan mereka terus meningkat. "Mereka bilang, Merapi dalam keadaan kritis dan akan meletus jadi harus diredam," ucapnya.

Untuk jasa itu, paranormal tersebut tidak meminta bayaran, namun pihak BPPTKG diminta menyiapkan biaya sekitar Rp 2.200.200 untuk membeli kelengkapan sesaji. Setelah komplit syaratnya (sesaji), ritual meredam aktivitas gunung Merapi baru dapat dilakukan. "Langsung tolak. Jika saya diterima, institusi ini bisa jadi bahan tertawaan," tegasnya.

Lebih lanjut Subandriyo menuturkan, penolakan tawaran tersebut bukan berarti tidak menghormati profesi paranormal, namun memang ranahnya berbeda. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTKG) bekerja berdasarkan ilmu pengetahuan, data dan pengamatan, sedangkan paranormal lebih pada metafisika.

"Saya juga tidak tahu makna angka 222 itu apakah itu yang buat meredam atau bukan. Bagi saya kalau Merapi mau erupsi ya itu sudah wajar. Peristiwa alam itu tidak bisa dibendung tinggal bagaimana manusia atau warga mengantisipasi kejadian itu," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com