Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggal di Taman Nasional, Empat Warga Adat Jadi Tersangka

Kompas.com - 25/12/2013, 04:25 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com — Sebanyak empat warga masyarakat adat Suku Marga Semende yang tinggal di dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Bengkulu, Selasa (24/12/2013), ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kaur. Mereka menjadi tersangka karena membuka ladang di kawasan TNBBS.

"Ya, hari ini, keempatnya ditetapkan tersangka karena terbukti secara sah dan meyakinkan membuka ladang, dan tinggal di kawasan taman nasional," kata Kapolres Kaur AKBP Dirmanto, Selasa. Empat warga itu adalah Hamidi, Heri, H Rahmat, dan Suraji.

Keempat warga tersebut ditangkap dalam razia oleh tim gabungan yang melibatkan personel polisi, polisi hutan, Satpol PP, dan petugas TNBBS. Mereka dikenakan sangkaan berdasarkan Pasal 92 Ayat 1 huruf a dan b UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukumannya, minimal tiga tahun dan maksimal 10 tahun.

Penetapan tersangka ini bermula dari operasi gabungan yang mendapatkan ratusan kepala keluarga berada di dalam TNBBS. Menurut petugas, mereka adalah perambah hutan. Namun, warga menyatakan mereka adalah masyarakat adat setempat yang sudah tinggal di kawasan itu sejak 1819 dengan bukti tertulis tentang adat suku Marga Semende.

Warga mengatakan, pada 1942 mereka meninggalkan dusun Banding Agung yang sekarang menjadi kawasan TNBBS karena wabah penyakit atom, semacam cacar yang menular. Pada 1959 mereka memeriksa ulang wilayah itu dan memutuskan kembali ke sana setelah dipastikan tak ada lagi wabah menular.

Pada 1982 Menteri Pertanian mengeluarkan surat Nomor 736/Mentan/1982 yang menetapkan kawasan itu sebagai Taman Nasional. Di sinilah konflik antara taman nasional dan warga adat tersebut mulai terjadi.

Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu, Defri Tri Hamdi, menyebutkan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengeluaran hutan adat dari hutan negara, seharusnya pemerintah menerapkan aturan itu tidak dengan sembarang mengusir masyarakat dari taman nasional apalagi sampai menetapkan mereka sebagai tersangka.

"Pemerintah dan aparat penegak hukum harus memahami putusan MK itu ada catatan khusus bahwa jika mereka masyarakat adat maka mereka berhak menempati wilayah tersebut," tegas Defri. Dia pun menyatakan kekecewaaannya karena polisi tak merujuk putusan itu sebelum menjerat warga dengan delik hukum. Defri pun mengatakan, sekarang mereka sedang menyiapkan pengacara untuk keempat warga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com