Menurut Sadiyem (65), salah seorang saksi yang juga tetangga dekat korban, sudah dua hari ini korban tak terlihat.
"Biasanya dia terlihat membersihkan halaman rumahnya, dan mencari kayu rencek untuk memasak air. Tapi sudah dua hari, Mbok Tarmi tidak terlihat. Saya penasaran dan mencari ke rumahnya," kata Sediyem, Jumat (6/12/2013).
Tarmi, selama ini hidup dari belas kasihan tetangga dekatnya setelah tidak kuat lagi bekerja sebagai buruh tani. Sedangkan, dua anaknya yang sudah berumah tangga seperti tidak mau tahu lagi keadaan orangtuanya.
"Mbok Tarmi ini sudah sakit-sakitan, anak-anaknya diberi tahu juga tidak ada yang menjenguknya. Kadang tetangga yang peduli mengantar makanan dan minuman," jelasnya seraya mengatakan meski hidup sendiri, selama ini Tarmi tidak pernah terlihat mengeluh, jadi warga setempat tidak percaya janda tua ini meninggal dengan cara gantung diri.
Sadiyem sempat berteriak-teriak minta tolong mengundang tetangganya karena tidak kuat memindahkan tubuh Tarmi dari tiang kamarnya secara sendirian.
"Saya lari ke rumah Mbok Tarim setelah mendengar teriakan Mbok Sadiyem. Saya juga kaget melihat Mbok Tarmi meninggal dalam keadaan tergantung," kata Sudir (65), warga desa setempat yang datang setelah mendengar teriakan minta tolong Sadiyem.
Setelah tetangga dan aparat desa setempat datang, jenazah korban diusung ke Puskesmas Parang untuk dilakukan otopsi penyebab kematian buruh tani yang sudah lama ditinggal mati suaminya ini. Berdasarkan hasil otopsi, tidak ada tanda-tanda bekas penganiayaan di tubuh Tarmi, hanya tanda-tanda umum orang meninggal karena gantung diri.
"Dia (Tarmi) meninggal sekitar 30 menit - 1 jam sebelum diketahui warga karena tubuh korban sudah kaku," kata Candra, seorang tenaga medis di Kecamatan Parang, Jumat (6/12/2013).
Sementara itu, Pjs Kepala Desa Joketro, Sarbiyanto membenarkan Tarmi hidup seorang diri. Anak dan kerabatnya tidak ada yang mau peduli dan merawat janda tua yang tak berpenghasilan ini.
"Anak-anaknya dan saudaranya tidak peduli, tidak ada yang mau merawat Mbok Tarmi ini. Padahal dia tidak berpenghasilan, sehingga untuk makan sehari-hari dibantu tetangga kanan-kirinya. Kecuali itu, Mbok Tarmi mungkin juga merasa sedih karena kerabat maupun anak tidak mau memedulikan nasibnya itu," kata Sarbiyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.