Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemuda Bengkulu Bikin "Sekolah Rakyat Alternatif"

Kompas.com - 28/10/2013, 14:46 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Puluhan pemuda Bengkulu yang tergabung dalam Yayasan Akar, bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, meluncurkan sekolah rakyat alternatif yang dikemas dalam sekolah pendamping hukum rakyat Bengkulu.

Sekolah ini digelar di Desa Pelabai, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Sekolah rakyat alternatif yang bertemakan "Berkeadilan dalam hukum berkedaulatan dalam pengelolaan kekayaan alam."

Direktur Yayasan Akar, Erwin Basyrin, Senin (28/10/2013) menjelaskan, peluncuran sekolah pendampingan hukum bagi rakyat tersebut merupakan bentuk pendidikan yang digelar dengan melibatkan para petani dan beberapa kelompok terkait.

Tujuan untuk menciptakan kesadaran kritis untuk rakyat tentang hak dan kewajiban rakyat terhadap negara, dan pengelolaan kekayaan alam.

"Selama ini rakyat diperlakukan seperti daun salam, daun salam itu dicari pada saat mau masak sayur tetapi setelah sayurnya masak maka daun salam itu dibuang, begitulah nasib rakyat seperti daun salam, karena posisi tawar mereka masih rendah," kata Erwin Basyir, dalam peluncuran sekolah alternatif rakyat di Universitas Bengkulu.

Erwin melanjutkan, selain pendidikan kritis bagi rakyat, sekolah rakyat alternatif itu juga lebih menekankan diberlakukannya kembali aturan hukum adat yang masih berlaku di tengah masyarakat. Sehingga, di dalam penyelesaian persoalan rakyat seperti konflik agraria dan pengelolaan kekayaan alam pun lebih menggunakan pendekatan hukum adat.

"Seharusnya, sistem hukum tersebut mengabdi kepada rakyat namun yang terjadi sekarang tunduk pada oligarki finansial, krisis legitimilasi, karena telalu tunduk pada sistem hukum nasional. Padahal jelas dalam setiap memutuskan persoalan hukum para penegak hukum juga wajib merujuk pada hukum adat, terutama dalam persoalan konflik agraria," tambah Erwin.

Sementara itu, Kepala Sekolah Rakyat alternatif yang digelar, A.M. Prihatno menambahkan, kekecewaan dengan hukum positif yang kaku memandang hukum pada titik koma, jadi tidak lagi mempertimbangkan rasa keadilan. Sehingga, kondisi itu banyak menimbulkan persoalan baru. Padahal, kata dia, masyarakat mempunyai cara sendiri dalam menyelesaikan persoalannya.

Guru Besar Hukum Universitas Bengkulu Heraewan Sauni menjelaskan, penggalian hukum adat yang selanjutnya dijadikan rujukan dalam penyelesaian hukum bagi rakyat sangatlah penting. Dia juga mencontohkan ada beberapa kasus pembunuhan yang oleh kepolisian diselesaikan secara adat, dan keputusan tersebut justru menghasilkan kesepakatan bersama antar kelompok yang mencari keadilan.

Ketika putusan itu dibuat, tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena metode penyelesaian hukumnya menggunakan cara penyelesaian adat istiadat masyarakat setempat.

Sekolah rakyat alternatif itu akan digelar secara berkala dengan materi penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi, metode penulisan warga, ilmu hukum, dan sebagainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com