Suparwitha menambahkan, untuk pemeriksaan CS pun, Polres TTU masih menunggu izin Gubernur NTT. “Sekarang tergantung izin dari Gubernur, kalau sudah turun maka kita langsung periksa dia (CS) dan kapasitasnya sebagai saksi. Lalu kaitannya dengan pendistribusian pupuk itu sebenarnya yang menindak itu adalah pengawas sehingga kita kembalikan ke pengawas apakah akan dicabut ijinnya atau seperti apa bentuk sanksinya,” kata Suparwitha.
Menurut Suparwitha, kendala utama lambannya penanganan kasus korupsi di Kabupaten TTU karena hal teknis. “Penyelidikan kasus-kasus yang masih tertunggak itu terhambat dengan saksi dengan alasan rumahnya jauh dan ketika dipanggil untuk dimintai keterangannya tidak mau datang,” beber Suparwitha.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas) Cendana Wangi NTT, Viktor Manbait menilai Polres TTU, Nusa Tenggara Timur (NTT) lemah dan lamban dalam menangani kasus pengangkutan 100 karung pupuk bersubsidi tanpa dilengkapi dokumen sah.
“Kita lihat memang kepolisian TTU sangat lemah dalam penegakan hukum dan lamban ketika kasus itu bersentuhan dengan para pejabat atau pengusaha. Kasus pupuk ini sudah sejak lama di mana semua barang bukti ada dan tertangkap tangan, tapi apa lacur Polres sepertinya tak berdaya, sama halnya dengan kasus robohnya tiang jembatan Kote di Noemuti, senilai Rp 5 miliar,” beber Viktor.
Menurut Viktor, selain kasus pupuk dan jembatan, kasus dugaan korupsi lainnya juga masih mengendap di Polres TTU, salah satunya kolam renang Taekas dengan pagu anggaran Rp 850 juta. Sejak tahun 2010 lalu, kasus itu tidak juga diproses.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.