“Tebas bakar itu identik dengan pengolahan kebun yang dilakukan secara berpindah-pindah dengan cara menebas pohon dan membakarnya. Dampaknya sangat besar, yakni kerusakan lingkungan hidup, banyak pohon yang mati dan air di mana-mana akan menjadi kering sehingga akan muncul pemanasan global,” ungkap Fernandes.
Tebas dan bakar, kata Fernandes, tidak akan menghasilkan tanaman umur panjang yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti jati, mahoni, gabon, kemiri, jambu mete, dan kelapa. Untuk menhentikan perilaku tersebut, Fernandes mengatakan, Pemerintah Kabupaten TTU sudah menciptakan pola padat karya pangan yang mengharuskan petani untuk mengelola lahannya secara tetap.
”Misalnya, petani memiliki luas area, katakanlah 1,5 hektar untuk satu KK, maka dia mengelolanya menjadi kebun menetap,” kata Fernandes.
Program lainnya, menurut Fernandes, yakni gerakan Cinta Petani Menuju Pensiun Petani yang menjadi program andalan Pemerintah TTU saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.