Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Siswa Sulut Serukan Stop Makan Satwa Liar

Kompas.com - 04/10/2013, 21:00 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis


MANADO, KOMPAS.com - Ratusan siswa berjalan menyusuri jalanan utama di Kota Bitung, Sulawesi Utara, untuk menyerukan dihentikannya kebiasaan mengonsumsi daging satwa liar yang dilindungi, Jumat (4/10/2013).

Seruan itu disampaikan berbarengan dengan peringatan World Animal Day atau Hari Satwa Sedunia yang jatuh pada setiap 4 Oktober.

Para siswa merupakan wakil dari berbagai sekolah di Bitung dan sekitarnya. Mereka membawa berbagai spanduk, pamflet, selebaran yang bertuliskan seruan untuk menghentikan perburuan satwa liar. Beberapa kelompok peserta kampanye bahkan mengenakan topeng satwa liar yang terancam kelestariannya di alam.

Pawai yang menyita perhatian masyarakat umum itu kemudian diakhiri dengan penandatangan spanduk tekad untuk tidak lagi mengonsumsi daging hewan-hewan endemik yang sudah sangat terancam.

Victoria Sendy dari Pusat Pelestarian Satwa Tasikoki mengatakan perilaku konsumsi satwa liar masih populer di kalangan masyarakat Sulawesi Utara, bahkan terkadang dicap sebagai perilaku khas masyarakat Sulut.

"Tingginya tingkat perburuan satwa liar untuk dikonsumsi, digunakan sebagai obat, atau dijadikan satwa peliharaan, serta kerusakan habitat merupakan faktor utama yang mengancam kelestarian satwa liar," ujar Victoria.

Beberapa satwa liar yang masih diburu untuk kemudian dikonsumsi antara lain, babi hutan, kelelawar, tikus, yaki (monyet), ular, biawak dan penyu. Beberapa satwa liar tersebut dilindungi undang-undang.

"Memang ada satwa liar seperti kelelawar dan tikus hutan belum dilindungi oleh hukum Indonesia, tetapi menangkap satwa liar di alam secara terus menerus juga merupakan ancaman serius bagi kelestarian satwa tersebut," tambah Victoria.

Monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) yang biasa dikenal sebagai yaki telah mengalami penurunan populasi sebanyak 80 persen dalam 30 tahun belakangan. Salah satu penyebabnya adalah tingginya tingkat konsumsi daging yaki.

Anoa dan Babirusa bahkan telah dinyatakan punah di area Sulawesi Utara. Terakhir hewan-hewan itu masih bisa dijumpai di alam sekitar tahun 1990-an, namun sekarang sudah tidak terlihat lagi. Kepunahan Anoa dan Babirusa di Sulawesi Utara akibat tingginya tingkat perburuan. Kini Anoa dan Babirusa hanya bisa dijumpai di Gorontalo dan sebagian Sulawesi Tengah.

Selain PPS Tasikoki, ikut pula mengambil bagian dari kampanye tersebut organisasi Selamatkan Yaki, Animal Friends Manado Indonesia (AFMI), The Tuturuga - Sea Turtle Conservation Project, PCC, dan Pendidikan Konservasi Tangkoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com