Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Lolos Tes CPNS Kemenkeu, Esti Malah Tertipu Rp 205 Juta

Kompas.com - 27/09/2013, 19:36 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA, KOMPAS.com
 — Seorang perempuan asal Kalegen, Bandongan, Magelang, Jawa Tengah, Estiningsih (26), mendatangi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) wilayah Jateng DIY di Jalan Woltermonginsidi Nomor 20, Yogyakarta, Jumat (27/9/2013) pukul 11.00 WIB. Dia mengadukan kasus penipuan penerimaan CPNS yang dialaminya hingga menderita kerugian Rp 205 juta.

Di depan Ketua ORI Jateng DIY Budi Masturi dan beberapa wartawan, perempuan yang akrab disapa Esti ini menceritakan, awalnya ia bertemu seseorang bernama Anom Jatmiko yang mengaku sebagai panitia penerimaan CPNS di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Anom mengaku dapat meluluskan Esti jika ingin melamar menjadi CPNS di Kemenkeu. "Orangnya datang langsung ke rumah saya. Menawarkan PNS di Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," ucap Estiningsih, Jumat.

Esti mengungkapkan, untuk masuk ke Kemenkeu, ia diminta membayarkan uang sebesar Rp 100 juta. Setelah dinyatakan lulus, ia harus membayar lagi sebesar Rp 105 juta sebagai jaminan menebus SK dan biaya pelatihan di Jakarta.

"Adanya ujian tes dan jika tidak lulus uang akan dikembalikan itulah yang membuat awalnya saya yakin ini bukan penipuan," urai perempuan yang baru lulus sarjana ini.

Esti tambah yakin bukan penipuan ketika ia melihat pelaku datang ke rumahnya menggunakan mobil Panther warna hitam berpelat merah nomor B 1877 POQ. Selain itu, pelaku juga mengatakan, proses perekrutan CPNS ini sangat rahasia dan sangat rentan tercium oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saat SK mau dibawa pulang, mereka (pelaku) bilang jangan, nanti malah SK-nya digadaikan. Waktu mau difoto, mereka juga mencegah karena rahasia. Kalau bocor, bisa tercium KPK dan gagal jadi PNS," kata Estiningsih.

Menurut Esti, pelaku juga sempat memberikan bahan baju seragam PNS kepada dirinya. Pelaku berpesan agar baju itu jangan sampai ketukar dengan PNS yang lain karena sudah dipasangi sensor. Selain baju, pelaku juga meminta Esti mengirim foto bersama kedua orangtuanya menggunakan seragam PNS. Foto keluarga itu sebagai syarat mendapat rumah dinas.

Kecurigaan mulai muncul ketika sampai waktu ujian tiba, Esti tidak juga dijemput oleh pelaku. Ketika coba dihubungi via telepon, pelaku mengaku baru sampai Solo. "Terakhir coba saya konfirmasi lagi, pelaku mengaku tertangkap KPK di Solo," paparnya.

Tak hanya Esti, suaminya, Taufik Murtadho, juga tertipu. Berbeda dengan Esti, Taufik "hanya" menyetorkan uang Rp 150 juta lantaran pelaku memberikan keringanan biaya dengan syarat suami Esti mencari klien yang mau menjadi pegawai Menkeu.

Berdasarkan pengaduan Esti ke ORI, jumlah korban pelaku yang bernama Anom Jatmiko ini adalah 18 orang. Rata-rata setiap orangnya menyetorkan uang sebesar Rp 40 juta sampai Rp 200 juta.

Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua ORI Jateng DIY Budi Masturi mengatakan, pihaknya akan mempelajari kasus yang menimpa Esti dan korban-korban penipuan dengan modus CPNS. Pihaknya juga akan segera berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait sejauh mana proses penyelidikan, mengingat korban sudah melapor ke polisi, tetapi belum mendapat kejelasan mengenai prosesnya.

"Kita masih kumpulkan seluruh aduan korban penipuan. Tentu akan kita awasi dan melakukan pendampingan perihal proses hukumnya," tekannya.

Ia menduga pelaku bagian dari sindikat penipuan proses perekrutan CPNS, mengingat nama-nama yang terlibat dan pola mainnya hampir sama. "Pola yang digunakan hampir sama, iming-imingnya juga mirip. Kuat dugaan ini sindikat," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com