“Ibu, saya mau beli tempe, harganya berapa?” tanya Bagus (6), salah seorang anak kepada seorang penjual tempe sambil malu-malu. Penjual tempe itu lalu memberinya tempe sambil tersenyum, “Harganya Rp 2.000, Nak,” katanya. Bagus lantas menyodorkan uang Rp 5.000. Sementara sang penjual menyerahkan tempe dan uang kembalian.
"Bu Guru, saya sudah beli tempe, uang saya masih sisa,” ucap Bagus dengan penuh riang gembira kepada Ibu Karti, salah seorang guru yang mendampingi mereka.
Hal serupa juga dilakukan oleh anak-anak yang lain. Ya, mereka adalah murid-murid dari Kelompok Bermain (KB) dan TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Kota Magelang. Dari sekolah mereka berjalan kaki sekitar 1 kilometer menuju pasar.
Menurut Darmiyatun, Kepala KB dan TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Kota Magelang, kegiatan kunjungan disesuaikan dengan tema yang ada dalam kurikulum TK. Tujuannya agar anak-anak mengenal pasar sebagai tempat melakukan transaksi jual beli.
Dijelaskan Darmiyatun, pasar tradisional dipilih karena pihaknya ingin mengajarkan anak lebih dekat dengan kegiatan perekonomian rakyat. Orangtua saat ini cenderung mengajak anak untuk berbelanja ke mal atau supermarket daripada pasar tradisional.
“Alasannya kalau belanja di mal atau supermarket karena bersih dan nyaman. Tapi banyak yang lupa kalau sebenarnya ada nilai lebih yang diperoleh anak-anak ketika belanja ke pasar tradisional. Anak-anak lebih bisa bersosialisasi, memupuk keberanian ketika hendak bertanya kepada penjual, menghitung, tanggung jawab, mandiri, dan banyak sekali nilai yang dapat dipetik,” ujar Darmiyatun, disela-sela kegiatan, Jumat (20/9/2013).
Namun, yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan rasa remen peken atau mencintai pasar tradisional sebagai budaya bangsa Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.