Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSM Protes Tuntutan 18 Bulan untuk TNI Penganiaya Pelajar

Kompas.com - 19/09/2013, 21:05 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (Sikap) Sumatera Utara memprotes tuntutan 18 bulan penjara terhadap Praka Meirizal Zebua, terdakwa penganiayaan terhadap EP (17) --siswa salah satu SMA di Kota Medan. Tuntutan itu dianggap terlalu ringan dan tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban.

Koordinator Sikap, Suhardi menilai, tuntutan yang diajukan Oditur Militer terlalu melindungi korps. Padahal, kata dia, selaku Oditur, seharusnya lebih memihak terhadap korban.

"Aku menilai pasal-pasal yang dikenakan terlalu ringan dan tidak akan memberi efek jera kepada pelaku, dan ini bisa menjadi acuan bagi pelaku-pelaku lain untuk melakukan hal yang sama. Kesan melindungi korps terlalu kuat," beber Hadi via telepon seluler, Kamis malam (19/9/2013).

Menurutnya, gelagat ini sudah terlihat mulai dari proses persidangan awal yang digelar Pengadilan Militer 0102 Medan yang diketuai hakim James dan Oditur Militer, Dhini Aryanti. Hingga agenda penuntutan, terdakwa hanya dituntut Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak jo Pasal 55 subsider Pasal 351 ayat 1 jo Pasal 55 dan membayar uang restitusi kepada korban sebesar Rp 25 juta yang prosesnya harus didebatkan dulu.

"Tuntutan sangat ringan, aku melihat Peradilan Militer belum bisa memberikan rasa adil bagi korban. Dalam kasus ini, seharusnya terdakwa dikenakan Pasal 170 dengan ancaman lima tahun penjara dan wajib dilakukan penahanan," katanya.

Hakim juga tidak mempertimbangkan status terdakwa yang saat ini menjadi terdakwa dalam kasus pencurian dengan kekerasan. "Mahkamah Meliter harus mengambil sikap dan tindakan tegas dalam hal ini. Harus mampu menunjukkan profesionalitasnya dalam menangani kasus-kasus oknum TNI, khususnya yang mengorbankan sipil," tegas Hadi.

Dalam kasus ini, lanjut Hadi, peradilan yang digelar sangat tidak fair. Oleh karena itu, Hadi menolak tegas perlakukan khusus pengadilan terhadap anggota militer. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Peradilan Militer harus direvisi karena melanggengkan immunitas bagi aparat.

"Sehingga ke depannya peradilan militer hanya mengurusi kejahatan militer saja seperti desersi. Ini penting, agar TNI mempunyai persamaan di mata hukum. Jadi kalau tentara mencuri, menganiaya, memperkosa atau membunuh, maka harus tunduk pada peradilan umum," pungkas Hadi.

Sementara itu, Yetno Sagitwo, orang tua EP berharap keadilan hukum benar-benar berpihak terhadap anaknya. Karena akibat dinaiaya, anaknya mengalami trauma berat. Selain itu, Yetno juga khawatir keselamatan jiwa anaknya jika terdakwa bebas nanti.

"Saya akan berjuang agar pelaku dihukum seberat-beratnya, biar anak saya merasakan bahwa dia layak mendapat keadilan," tegasnya.

Untuk diketahui, Praka Meirizal Zebua yang berdinas di Komando Daerah Militer I Bukit Barisan dituntut 18 bulan penjara dan membayar uang restitusi kepada korban sebesar Rp 25 juta, pada Rabu (18/9/2013) kemarin. Terkait tuntutan tersebut, terdakwa dan penasihat hukumnya menyatakan tidak akan melakukan pembelaan (pledoi). Dan besok, Jumat (20/9/2013) sidang memasuki agenda pembacaan vonis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com