Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Kolaka Divonis 4,6 Tahun, Simpatisan Mengamuk

Kompas.com - 02/09/2013, 17:21 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis


KENDARI, KOMPAS.com — Ratusan pendukung Bupati Kolaka nonaktif Buhari Matta mengamuk di ruangan sidang setelah mendengar pembacaan vonis empat tahun enam bulan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Kendari, Senin (2/9/2013) sore. Para simpatisan Buhari yang mengikuti sidang dari pagi hingga sore memukul meja dan pintu ruangan sidang sambil meneriaki majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU).

"Putusannya tidak adil, masak Atto dibebaskan. Baru Pak Buhari divonis bersalah, padahal kasusnya sama. Putusan hakim sangat janggal dan kami curiga ada orang yang telah mengintervensi majelis hakim," teriak salah seorang pendukung sambil menunjuk dua orang ketua majelis hakim yang telah menutup sidang tersebut.

Selanjutnya, massa simpatisan Bupati Kolaka nonaktif berusaha mengejar dua orang hakim, tetapi dihalau petugas polisi yang mengawal sidang tersebut. "Mana itu hakim dan jaksanya, cari mereka. Kalau tidak ada, kita cari rumahnya di mana," ungkap salah seorang pendukung Buhari yang lainnya.

Sidang dengan agenda pembacaan vonis oleh Aminuddin, Ketua Majelis Hakim Tipikor, berlangsung selama enam jam lebih. Bupati Kolaka nonaktif Buhari Matta divonis 4,6 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor. Ia terbukti bersalah melakukan korupsi dalam jual beli nikel kadar rendah.

"Menghukum terdakwa selama empat tahun enam bulan tanpa penahanan," jelas Ketua Majelis Hakim Aminuddin di Pengadilan Negeri Kendari, Jalan Sultan Hasanuddin, Kendari, Senin (2/9/2013).

Selain itu, Buhari Matta juga diwajibkan membayar uang denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara dan membayar uang persidangan Rp 5.000. Buhari terbukti melanggar Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Satu anggota majelis hakim mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda) karena menilai terdakwa tidak menerima suap dari terdakwa lain. "Penyerahan ore nikel adalah CSR bukan aset daerah, perbuatan terdakwa adalah perdata, tidak masuk dalam unsur pidana sesuai dengan keterangan saksi dan para ahli yang dihadirkan dalam persidangan sebelumnya," terang anggota hakim dua Kusdarwanto SH dalam sidang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com