Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kriminolog: Saksi Pembunuhan Sisca Harus Dilindungi

Kompas.com - 21/08/2013, 21:15 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com - Kriminolog Universitas Padjajaran Yesmil Anwar berpendapat banyaknya saksi mata yang enggan menolong korban kejahatan adalah karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penegakan hukum.

Seperti yang terjadi pada terlambatnya pertolongan pada Franciesca Yofie, korban pembunuhan sadis di Cipedes, Bandung, awal Agustus lalu.

"Itu menjurus kepada kesadaran hukum di masyarakat. Kesadaran hukum di masyarakat itu memang masih lemah. Kenapa lemah? Karena hukum juga tidak memberikan banyak manfaat untuk mereka (saksi)," kata Yesmil di Bandung, Selasa (21/8/2013).

Ia juga menilai jika masyarakat takut dan khawatir dengan gangguan berupa teror yang membuat orang menjadi tidak nyaman ketika harus memberikan kesaksian kepada polisi. Apalagi, kata dia, dalam kasus Sisca ada dugaan keterlibatan oknum kepolisian.

"Banyak yang takut, karena banyak membuat orang-orang menjadi terganggu dan merasa tidak nyaman kalau dia (saksi) harus masuk ke pengadilan," ujarnya.

Menurut Yesmil, agar para saksi mau memberikan pernyataan dan kesaksian tanpa harus takut terintimidasi dan harus ada jaminan perlindungan kepada saksi. Baik dari kepolisan maupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Mestinya LPSK harus menjamin, memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban, walaupun tidak diminta," tegasnya.

Sementara itu, Yesmil juga menilai, banyaknya saksi mata pembunuhan Sisca yang lebih memilih memberikan kesaksian ke media massa ketimbang ke pihak kepolisian, disebabkan lantaran masyarakat tidak mau "riweuh" (ribet) berhubungan dengan proses hukum.

"Kalau ke polisi (memberikan keterangan) nanti akan jadi riweuh. Takut jadi masalah," kata Yesmil.

Padahal, kata dia, polisi sebenarnya berhak untuk meminta seseorang menjadi saksi dalam penyidikan. "Itu yang seharusnya dilakukan," ucapnya.

Menurut Yesmil, kesaksian dari saksi mata langsung merupakan alat bukti yang sangat penting untuk membongkar suatu kasus yang banyak kejanggalan,  seperti yang telah tertuang dalam pasal 184 KUHP.

"Kalau dalam pasal 184 itu kan jelas, alat bukti yang sah ialah keterangan saksi ahli, surat-surat, petunjuk, kemudian keterangan terdakwa. Ini penting," tegasnya.

Kesaksian tersebut, lanjut Yesmil, menjadi penting untuk menentukan keputusan di pengadilan. "Kesaksian adalah alat bukti yang dinyatakan saksi dalam sidang pengadilan, bukan di koran," imbuhnya.

Lebih lanjut Yesmil menyatakan, meski hakim di persidangan tidak bisa menutup mata dengan pernyataan saksi di media massa, namun hal tersebut akan menimbulkan ketimpangan di persidangan.

"Dalam negara hukum, kesaksian itu yang membuktikan di pengadilan. Biasanya, dari korban dan saksi mata yang bisa menjadi saksi yang memberatkan. Nah, polisi harus bisa menentukan saksi semacam itu," bebernya.

Untuk saat ini, ujar Yesmil melanjutkan, polisi haruslah bisa menentukan dan memilah-milah saksi yang benar-benar memberatkan dan berkompetan di pengadilan. "Termasuk saksi-saksi yang menyatakan kalau polisi tidak terlibat," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com