Menurut Rontini, pelaku yang kerap terlibat pertikaian di lokasi dulang, sebagian besar bukan warga Kabupaten Mimika, namun warga dari daerah lain yang datang mencari penghidupan dengan mendulang emas di lokasi pengendapan tailing PT Freeport Indonesia.
Kebanyakan warga yang numpang mengais emas di Timika, berasal dari pulau-pulau di Maluku Tenggara. Setiba di Timika, mereka bersama rekannya yang sudah datang lebih dulu menuju lokasi dulang, mendiami bivak-bivak yang dibangun di tepi sungai yang mengalirkan tailing.
“Karena bukan warga di sini, mereka tidak punya tanggung jawab terhadap daerah ini,” jelasnya saat ditemui di Pendopo Rumah Negara, Satuan Pemukiman (SP) 3, Distrik Kuala Kencana, Senin (8/7/2013) sore.
Bentrok warga di tempat dulang ataupun di Timika yang melibatkan warga asal Maluku Tenggara, hanya dilakukan oleh sekelompok warga saja. Menurutnya, banyak warga asal Maluku Tenggara yang sudah lama menetap di Kabupaten Mimika, justru tidak menghendaki keributan.
Rontini mengaku saat ini sedang berupaya mendorong tokoh-tokoh masyarakat asal Maluku Tenggara untuk membangun solidaritas dan membangun wacana persaudaraan sehingga nantinya bisa mengikis sekat antarkelompok yang sering menjadi pemicu keributan.
Terkait kemungkinan untuk melakukan razia kartu tanda penduduk (KTP) terhadap para pendulang, menurut Rontini, tidak terlalu memberikan efek jera. Selain itu, menurutnya, Pemerintah Kabupaten Mimika yang seharusnya lebih berkepentingan untuk pendataan penduduk, justru tidak antusias, sementara beban kepolisian adalah bagaimana supaya warga jangan sampai terlibat konflik.