Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ungkap Kecurangan Pilgub di "Facebook", Pegiat LSM Jadi Tersangka

Kompas.com - 19/05/2013, 17:37 WIB
Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

ATAMBUA, KOMPAS.com - Gara-gara mengungkap kecurangan yang terjadi dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Nusa Tenggara Timur melalui jejaring sosial Facebook dan tiga media cetak harian lokal, Direktur Yayasan Abdi Masyarakat dan Alam Lingkungan (AMAL) Kabupaten Belu, Yunius Koi Asa, dilaporkan ke Polres Belu, 16 Maret 2013 oleh Silverius Mau, dengan tuduhan pemfitnahan.

Yunius baru memenuhi panggilan polisi dan mendatangi Mapolres Belu, Sabtu (18/5/2013), ditemani 75 warga Desa Aitoun, Kecamatan Rainhat, Belu, dan juga puluhan satuan tugas (satgas) Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB).

"Yang saya tulis itu fakta. Pada 9 Januari 2013, Silverius Mau yang saat ini menjabat sebagai koordinator program Anggaran Menuju Kesejahteraan (Anggur Merah) di kantor Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Belu, mendatangi Desa Aitoun dan melakukan sosialisasi dan pembentukan kelompok Anggur Merah. Dalam pertemuan itu dia menyampaikan bahwa program Anggur Merah uangnya berasal dari paket calon gubernur Frans Lebu Raya-Beni Litelnoni (Frenly). Karena itu dia mengharuskan warga Aitoun untuk memilih Frenly," jelas Yunius kepada Kompas.com, Minggu (19/5).

Menurut Yunius, dalam perkembangan pembentukan kelompok tersebut, disepakati untuk bagi ternak sapi, tapi kemudian berubah menjadi ternak babi. Rencana bantuan itu lagi-lagi batal sehingga kemudian direncanakan untuk bagi uang saja, sebelum 18 Maret 2013 (hari pencoblosan).

"Pada 17 Maret malam, yang bersangkutan (Silverius) berada di rumah sekretaris Desa Aitoun, yang jaraknya lima meter dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) 3. Di rumah itu, ada kepala dam sekretaris desa. Atas laporan masyarakat, mereka akhirnya dibubarkan oleh pengawas lapangan, panitia pengawas kecamatan Rainhat," beber Yunius.

"Malam itu mereka mengumpulkan warga setempat dan berbicara tentang pemilihan kepala desa yang jadwalnya belum diketahui pasti. Hal itu bagi saya ada kaitannya dengan sosialisasi pembentukan kelompok pada 9 Januari 2013 di Kapela. Saat itu Valerius mengatakan, untuk kepala desa pilih yang lama, untuk Bupati Belu pilih Valens Parera (Kepala Bapedda Belu Sekarang) dan Gubernur pilih Frenly," ungkap Yunius.

Setelah mendapat laporan itu dari warga dan juga berdasarkan hasil investigasi dari seluruh tahapan sosialisasi dan pembentukan kelompok, Yunius mengaitkannya dengan seluruh proses tahapan pilgub.

"Saya mulai curiga telah menjadi korban karena mereka menghendaki Desa Aitoun itu 100 persen untuk paket Frenly," tulis Yunius di Facebook, April lalu. Dia juga sempat membuat tulisan tambahan yang menjelaskan bahwa Silverius adalah mantan narapidana, terlibat kasus korupsi PLTH Haekesak ketika menduduki jabatan Kepala Sub Bidang Listrik Pedesaan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Belu.

"Dia masuk penjara selama 14 bulan karena terjerat kasus korupsi," tegas Yunius yang menyesalkan sikap polisi karena langsung menetapkan statusnya menjadi tersangka.

"Saya baru mendapat panggilan pertama dari polisi, tetapi langsung ditetapkan menjadi tersangka. Menurut polisi, saya memfitnah Drs Silverius Mau melalui tulisan surat kabar dan Facebook. Setelah mendengar sembilan saksi versi pelapor, saya ditetapkan sebagai tersangka. Pertanyaan saya, mengapa tidak dilaporkan kepada dewan pers? Kan Lex Special? Hukum khusus ini tidak bisa diurus dengan lex generalis/hukum umum," keluh Yunius.

Yunius yang didampingi kuasa hukumnya, akan melapor balik Silverius Mau ke Polres Belu dan DPRD Kabupaten Belu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com