Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Klaim Tak Ambil Untung dari Kebijakan BBM

Kompas.com - 14/05/2013, 13:23 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menepis tudingan bahwa pihaknya mengambil keuntungan tertentu dari rencana pemberian kompensasi atas kenaikan harga BBM bersubsidi. Menurutnya, hal tersebut kewenangan Pemerintah Pusat dan perlu dilakukan untuk menyelamatkan uang negara.

Nurhayati menyampaikan, sesuai dengan Undang-Undang APBN 2012, Pasal 8 ayat 10, pemerintah pusat bisa menaikkan harga BBM kapan saja selama diperlukan. Akan tetapi, kata Nurhayati, pemerintah telah menyatakan sikapnya untuk memberikan kompensasi saat harga BBM dinaikkan.

"Jangan dikaitkan dengan parpol tertentu, misalnya kami (Demokrat), kami sama sekali tak ambil keuntungan dari BLSM itu," kata Nurhayati, saat dihubungi, Selasa (14/5/2013).

Justru sebaliknya, anggota Komisi I DPR ini mempertanyakan sikap partai lain yang menolak BLSM digulirkan. Jika khawatir bantuan tersebut dipolitisasi, kata Nurhayati, maka semua pihak bisa ikut terlibat dalam pengawasannya. "Kami pertanyakan kalau ada pihak yang enggak setuju pemberian BLSM, jangan dibalik-balik. Masyarakat sudah cerdas, bisa diawasi bersama, kan ini untuk menyelamatkan uang negara," ujarnya.

Sebagai informasi, pada Senin (13/5/2013) malam, Sekretariat Gabungan menggelar rapat terkait pembatasan subsidi BBM di Kantor Setgab, Jakarta Pusat. Seluruh perwakilan pimpinan partai hadir. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Setgab Aburizal Bakrie. Hasil dari rapat itu adalah mendesak DPR untuk segera menggelar rapat membahas APBN Perubahan. Pasalnya, APBN Perubahan merupakan sumber dana saat harga BBM naik.

Pemerintah rencananya akan menyerahkan draft APBN Perubahan kepada DPR pada 14 Mei 2013. Namun Parlemen belum memutuskan kapan APBN Perubahan itu akan mulai dibahas. Secara umum, pembahasan APBN biasanya memakan waktu sekitar dua bulan. Sedangkan APBN Perubahan pembahasannya diperlukan waktu satu bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com