Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nelayan Tidak Melaut lantaran Solar Langka

Kompas.com - 26/04/2013, 19:00 WIB
Mohammad Hilmi Faiq

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com — Ratusan nelayan di Medan tidak dapat melaut lantaran kesulitan solar. Mereka berharap pemerintah memperbaiki distribusi solar bagi nelayan sebelum menaikkan harga bahan bakar minyak.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Medan Zulfahri Siagian, Jumat (26/4/2013), menjelaskan, setengah dari sekitar 1.700 nelayan kecil kesulitan solar. Mereka adalah nelayan dengan ukuran perahu 3 GT sampai 15 GT. Solar yang dibutuhkan mencapai 6.000 liter per bulan. Saat ini masih minus sekitar 1.500 liter solar.

Zulfahri meminta kepada pemerintah agar memperbaiki distribusi solar untuk nelayan. Sebelum pasokan solar untuk nelayan terjamin, sebaiknya pemerintah menunda kenaikan harga bahan bakar minyak.

Syamsuddin (35), nelayan di Kelurahan Gudang Dapur Kecamatan Medan Labuhan, menjelaskan, sudah sepekan ini dia tidak melaut lantaran kesulitan solar. Tiga stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan (SPBN) selalu kehabisan solar. "Kami kalah dengan juragan-juragan yang punya kapal besar," ujarnya.

Syamsuddin dan ratusan nelayan lain biasanya mencari cara dengan membeli solar eceran. Namun, harganya bisa melambung hingga Rp 6.500 per liter. Padahal, harga normalnya hanya Rp 4.500 per liter.

Hal serupa dialami Sutrisno (33) dan Suryati (38), pemilik kapal di Kelurahan Nelayan Indah. Mereka harus rela membeli solar di atas harga normal agar tetap dapat melaut. Itu pun, mereka sering kali tidak kebagian karena solar habis dibeli nelayan lain.

Akibat melambungnya harga solar eceran ini, beban biaya nelayan meningkat hingga 20 persen. Syamsuddin mengatakan, biasanya dia cukup mengeluarkan modal Rp 800.000 untuk sekali melaut. Sebanyak Rp 550.000 untuk solar dan sisanya untuk bekal makanan dan es batu. Sejak solar langka, modalnya membengkak hingga Rp 1 juta karena dia harus membeli solar Rp 6.500 per liter.

Selain itu, nelayan dihadapkan pada persoalan minimnya hasil tangkap. Dengan kapal ukuran 5 gross ton (GT), Syamsuddin dan dua rekannya biasanya melaut selama tiga hari. "Sepekan lalu kami hanya dapat uang Rp 1,2 juta. Dikurangi modal, sisanya hanya cukup uang rokok," keluh Syamsuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com