JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah diharapkan tidak bereaksi terlalu keras terhadap keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh untuk menggunakan bendera tertentu. Masalah ini sebaiknya dipecahkan secara bijaksana agar tetap bisa menjaga perdamaian yang sudah dicapai beberapa tahun ini dan tetap mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945.
Harapan itu disampaikan pengamat hukum tata negara, Andi Irmanputra Sidin, di Jakarta, Senin (1/4/2013).
Polemik bendera dan lambang Aceh terjadi setelah pekan lalu ketika DPR Aceh menetapkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Bendera itu dinilai mirip bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kementerian Dalam Negeri meminta qanun itu dievaluasi kembali.
Menurut Irmanputra, pesoalan bendera Aceh sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena bentuk bendera partai politik, bendera klub sepak bola, atau bendera kelompok lain juga bermacam-macam. Reaksi keras diperlukan jika bendera itu dianggap menjadi bagian dari upaya atau rangkaian dari rencana suatu perbuatan merongrong kewibawaan UUD 1945. Jika bisa dibuktikan demikian, maka hal itu layak untuk diwaspadai.
"Pemerintah jangan sampai bereaksi terlalu berlebihan yang kemudian dapat mengganggu kedamaian yang terjadi di suatu wilayah, termasuk di Aceh. Sebaiknya masalah ini didekati secara bijaksana oleh semua pihak. Jangan diselesaikan secara linear hitam-putih. Namun, yang utama, semuanya jangan menabrak UUD 1945 sebagai hukum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.