Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpidana Korupsi, Bupati Aru Harus Dieksekusi

Kompas.com - 25/03/2013, 14:19 WIB
Antonius Ponco A.

Penulis

AMBON, KOMPAS.com — Bupati Aru, Maluku, Theddy Tengko yang telah divonis bersalah korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aru tahun 2006-2007 oleh Mahkamah Agung (MA) tetap harus menjalani hukumannya. Ini harus dilakukan sekalipun pada putusan MA tersebut tidak ada perintah penahanan.

"Orang kalau sudah dinyatakan salah oleh MA, ya, harus dihukum sekalipun dalam putusan tidak ada perintah masuk penahanan," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, di Ambon, Minggu (24/3/2013) malam .

Tengko divonis bersalah korupsi APBD Aru tahun 2006-2007 oleh MA, 10 April 2012. Putusan itu menjatuhkan pidana penjara empat tahun, denda Rp 500 juta, dan keharusan mengganti kerugian negara sebesar Rp 5,3 miliar.  

Namun, sejak putusan dijatuhkan, Tengko bersama kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, menolak memenuhi panggilan eksekusi oleh kejaksaan. Mereka berpegangan bahwa putusan MA tidak bisa dieksekusi karena tidak memenuhi Pasal 197 Ayat (1) huruf k KUHAP, yaitu perintah terdakwa ditahan atau dibebaskan. Alasan ini mereka perkuat setelah ada putusan MK atas uji materiil pasal 197 KUHAP, 22 November 2012.  

Putusan MK itu memang menyatakan putusan pemidanaan yang tidak memenuhi Pasal 197 Ayat (1) huruf k KUHAP tidak cacat hukum. Namun, Tengko dan Yusril menilai putusan MK tidak berlaku surut. Artinya, putusan MA atas Tengko yang keluar sebelum adanya putusan MK tidak bisa dieksekusi.  

Namun, Mahfud menegaskan bahwa pemikiran ini salah. Dia mengatakan putusan MK tersebut tidak membuat hukum baru. Artinya yang telah dilakukan oleh MA dan Kejaksaan Agung selama puluhan tahun sudah benar, yaitu menghukum orang yang bersalah meskipun dalam putusan tidak ada perintah penahanan. "Dan itu tidak ada kaitannya dengan putusan MK berlaku surut atau maju," katanya.

Mahfud meminta tidak ada lagi polemik yang muncul karena masalah tersebut. "Jangan menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekacauan hukum,"katanya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com