Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segudang Pekerjaan Rumah KPU Jawa Barat

Kompas.com - 11/03/2013, 07:14 WIB

KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat telah selesai melakukan rekapitulasi penghitungan suara akhir dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Jabar Tahun 2013, pekan lalu. Namun, pekerjaan belum selesai. KPU Jabar menjadi sorotan lantaran penyelenggaraan pilkada diduga masih diwarnai kecurangan.

Dugaan kecurangan itu, misalnya, terkait daftar pemilih tetap (DPT) yang dinilai tak valid di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di Kabupaten Cirebon. Ketua TPS 8 Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Cirebon, Muhammad Najib menuturkan, dari 313 pemilih yang tercantum dalam DPT di TPS itu, sekitar 100 orang sudah tak berdomisili di wilayah itu. TPS itu berada di wilayah Pondok Pesantren Buntet.

”Sebulan lalu ada petugas pemutakhiran data pemilih yang mendata ulang DPT, tetapi hasil pemutakhiran data ternyata tak berubah dari DPT pemilu presiden tahun 2009. Saya jadi bertanya-tanya di mana letak kesalahannya, apakah input data tim verifikasi tidak digubris KPU atau tim verifikasi data DPT yang tak cermat,” katanya.

Dari 100 pemilih yang tak diketahui keberadaannya tetapi tercantum dalam DPT, lanjut Najib, adalah santri yang sudah lulus atau keluar dari Ponpes Buntet. Mereka dari sejumlah daerah di Jabar.

Gugatan warga

Sejumlah warga juga mengadukan surat udangan ganda. Ahmad Rofahan (27), warga Astanajapura, Cirebon, menuturkan, seorang kerabatnya menerima dua surat undangan mencoblos. Kondisi ini kontradiktif dengan temuan di tempat lain yang justru kekurangan surat undangan.

Tim pasangan Dede Yusuf- Lex Laksamana menemukan 9.000 formulir surat undangan (C6) hasil fotokopi yang disahkan dengan cap dari Panitia Pemungutan Suara atau Panitia Pemilihan Kecamatan. KPU Jabar pun menuai kritik dari masyarakat.

Dua hari menjelang rekapitulasi penghitungan suara akhir, Minggu lalu, tiga elemen masyarakat berunjuk rasa di kantor KPU Jabar. Mereka satu suara, menilai penyelenggaraan Pilkada Jabar Tahun 2013 karut-marut dan diwarnai banyak pelanggaran. KPU Jabar juga dituduh bekerja tidak profesional.

”Kami menilai selama ini penyelenggaraan Pilkada Jabar buruk sekali. Ke mana uang Rp 1,4 triliun untuk membiayai pemilihan gubernur (pilgub) ini jika ternyata kualitasnya buruk. Kami menemukan fakta di lapangan banyak problem dalam pilgub, seperti DPT yang tak valid, penggunaan KTP yang tidak disosialisasikan dengan baik, hingga kekurangan surat undangan memilih,” kata Koordinator Konsorsium Perempuan Jabar Susane Febriyanti.

Pasangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki juga meradang. Mereka menilai, puluhan ribu pemilih, terutama buruh pabrik, gagal melaksanakan haknya gara-gara dijegal melalui ketentuan. Mereka tidak bisa meninggalkan pabrik untuk mencoblos di rumah meski itu hari Minggu. ”Begitu pula ribuan pasien dan tenaga medis di rumah sakit yang tidak bisa mencoblos karena TPS bergerak ditiadakan,” kata Sekretaris Tim Pemenangan Rieke-Teten, Abdy Yuhana.

Tim Rieke-Teten, pekan lalu, melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil penghitungan KPU Jabar. Mereka menilai ada kecurangan dalam pilkada yang berakibat pada penggelembungan suara pasangan tertentu dan penggembosan pasangan lain. Gugatan ini tinggal menunggu waktu disidangkan di MK.

Partisipasi rendah

Rendahnya partisipasi juga mengindikasikan lemahnya sosialisasi pilkada oleh KPU Jabar. Hasil akhir rekapitulasi KPU Jabar menunjukkan, suara sah 20.115.423 dan suara tak sah 598.356 sehingga total 20.713.779 suara. Jika dibandingkan dengan jumlah dalam DPT Pilkada Jabar, yakni 32,5 juta jiwa, partisipasi pemilih sekitar 63,5 persen. Angka ini meleset dari target KPU Jabar yang menetapkan partisipasi pemilih sekitar 80 persen.

Sesuai laporan yang diterima Badan Pengawas Pemilu Jabar, KPU Jabar menjadi lembaga yang paling banyak dilaporkan terkait pelanggaran pilkada. Salah satu bentuk pelanggaran KPU yang diadukan adalah keputusan memperbolehkan pemilih mencoblos dengan menunjukkan KTP. Ketua Bawaslu Jabar Ihat Subihat mengatakan, keputusan itu diterima delapan jam menjelang hari pencoblosan. Keputusan itu sulit disosialisasikan.

Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat mengakui, rendahnya partisipasi pemilih menjadi pekerjaan rumah berat bagi KPU Jabar. Terlebih lembaga ini harus menyiapkan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2014.

Anggota KPU Jabar, Aang Ferdiman, mengatakan, ”Memang banyak kekurangan. Itu menunjukkan warga peduli pada proses demokrasi ini. Jika kami salah dan kurang, itu artinya karena kami manusia.” (Didit Putra Erlangga R/Rini Kustiasih)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com