Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ular Hilang, Tikus Pun Menyerang

Kompas.com - 07/02/2013, 02:30 WIB

Tiba-tiba petani di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, harus menghadapi serangan hama tikus setelah bertahun-tahun aman. Tikus menggunduli persawahan, menghabiskan tanaman dan bulir padi yang siap panen di daerah lumbung padi Jatim itu.

Semangat Saini, petani di Kecamatan Glagah, Banyuwangi, berapi-api. Minggu lalu, ia dan belasan anggota kelompok tani lainnya beramai-ramai menyiapkan umpan berupa obat pembasmi tikus. Hari itu adalah hari pembasmian tikus massal. Berkarton-karton obat tikus bantuan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi didatangkan. Petani dibagi per kelompok, dan umpan sebesar dadu dibungkus satu per satu dengan kertas koran.

Saini kesal dengan serbuan tikus. Mereka memakan tanaman segala umur, dari yang baru ditanam hingga yang siap panen. Kerugian yang diderita petani tak merata, tetapi banyak yang gagal panen. Satu hektar sawah saja bisa merugi Rp 10 juta sebab tikus menyerang padi yang siap panen.

”Dua hektar sawah saya habis dan tak bisa dipanen. Tikus menyerang, bahkan menggerogoti pucuk pohon kelapa di sekitar sawah,” kata Saini.

Asmuni (55), petani lain, juga merugi karena padi di sawahnya ludes dimakan tikus. Kini ia menanam ulang agar bisa panen kembali.

Serang 11 kecamatan

Sejak Desember 2012 hingga Rabu (6/2), tikus menyerang 218 hektar sawah di Banyuwangi. Tikus menyebar di 11 kecamatan di kabupaten penghasil beras itu, seperti Glenmore, Glagah, Srono, Sempu, Rogojampi, Muncar, Gambiran, dan Genteng.

Hama tikus kian merajalela. Serangan ini lebih hebat daripada tahun sebelumnya. Petani sudah mencoba membuat jebakan, tetapi jumlah tikus lebih banyak dari perkiraan, bahkan kian bertambah.

”Tikus itu jika siang bersembunyi di pohon kelapa, dan malam baru menyerang tanaman,” kata Asmuni.

Ibnu Taji, petugas penyuluh lapangan di Kecamatan Glagah dan Licin, mengatakan, sebenarnya ada cara yang lebih alami untuk membasmi tikus, yaitu memakai ular sawah. Namun, ular sawah sering kali ditangkap dan dijual oleh warga lainnya sehingga pembasmian hama tidak berjalan baik.

Terputusnya mata rantai makanan, seperti ular yang menjadi predator tikus, menjadi salah satu penyebab tikus cepat berkembang biak. Dahulu petani di Glagah terbantu oleh ular sawah yang biasa memakan tikus. Kini ular sawah hilang, sebagian lagi ditangkap dan dibunuh karena memasuki area perumahan warga yang merambah sawah, dan sebagian lagi ditangkap untuk dijual sebagai obat. Pola tanam yang tak terputus sepanjang tahun juga membuat siklus hidup tikus terus berlanjut.

Kini petani mengandalkan pembasmian yang tidak alami dengan menyebar racun tikus yang biayanya tak murah. Seorang petani bisa membeli racun tikus senilai Rp 400.000 jika kondisi sawahnya parah.

Ikrori Hudanto, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi, mengakui, pemerintah membagikan 40.000 boks obat pembasmi tikus secara gratis kepada petani. Jumlah itu ternyata tak cukup untuk melawan serbuan tikus. (nit)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com