Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat MA, Aceng Tuntut Ganti Rugi Rp 5 Triliun

Kompas.com - 25/01/2013, 08:49 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Bupati Garut Aceng HM Fikri, melalui kedua pengacaranya, Ujang Suja'i Toujiri dan Eggi Sudjana, menyatakan akan menuntut balik dan meminta ganti rugi sebesar Rp 5 triliun kepada Mahkamah Agung (MA), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut.

"Saya akan menuntut balik dan meminta ganti rugi sebesar Rp 5 triliun," ujar Eggi saat memberikan keterangan pers di Hotel Panghegar, Jalan Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/1/2013) malam.

Pihak Aceng menyatakan tidak menerima putusan itu dengan alasan perbuatannya sesuai dengan syariat Islam dan dijamin kebenarannya oleh Al Quran. Eggi menegaskan, pernikahan Aceng dengan Fani Oktora meskipun berlangsung selama empat hari sudah mengacu pada syariat Islam dan dibenarkan oleh Undang-Undang No 1 tahun 1974. Selain itu, kata Eggi, Pasal 2 Ayat 1 menyebutkan bahwa perkawinan itu dinyatakan sah menurut agama Islam yang diyakininya.

"Saya tidak terima dengan keputusan MA yang memerintahkan saya untuk lengser dari jabatan bupati. Karena apa? Yang saya lakukan itu sudah sesuai dengan syariat agama Islam dan dijamin kebenarannya oleh Al Quran dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945," ujar Aceng didampingi kedua pengacaranya di tempat yang sama, Kamis (24/1/2013) petang.

"Tapi, kenapa Aceng Fikri dinyatakan bersalah? Saya nyatakan ini pelecehan kepada agama Islam dan hukum Islam yang berkaitan dengan pernikahan," tukas Eggi. 

Aceng menyatakan akan mempertahankan jabatannya sebagai bupati bagaimanapun caranya. "Saya tidak akan tinggal diam. Saya akan tetap berjuang karena itu hak asasi saya untuk membela diri," ujar Aceng.

Atas keputusan pelengseran itu juga, Aceng merasa telah dirugikan karena nama baiknya telah dicemarkan, terlebih lagi Aceng merasa dizalimi karena keputusan MA itu dinilai cacat hukum. Pertama, pergantian seorang pansus dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tanpa melalui paripurna.

"Ini menyangkut sidang etika dari pansus. Sidang harusnya dilakukan secara tertutup, tapi kenapa jadi terbuka untuk umum. Para demonstran yang memengaruhinya datang dan membuat gaduh, bahkan menekan anggota DPRD sehingga apa yang menjadi putusan DPRD sesuai maunya para demonstran. Ini tata tertib dari DPRD sudah dilanggar," bebernya.

Kedua, menyangkut sidang etika dari pansus untuk umum. Masih kata Eggi, Pasal 52 Ayat 1 Undang-Undang No 32 menyatakan dengan jelas anggota DPR tidak dapat dituntut sepanjang tidak bertentangan dengan tata tertib peraturan perundang-undangan.

"Jadi, logika hukumnya sudah memengaruhi yang seharusnya tertutup jadi terbuka. Itu pelanggaran serius terhadap persidangan sehingga harus dinyatakan cacat demi hukum," ujarnya lagi.

Ketiga, lanjut Eggi, sebagai contoh dari para kiai, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut, Forum Ulama Garut, menjelaskan bahwa fatwa pansus telah melakukan suatu kebohongan. Menurutnya, kebohongan itu dengan mengumpulkan para kiai, kemudian ada tanda tangan sebagaimana yang ada dalam daftar hadir. Daftar hadir itu dibuat seolah-olah para kiai mendukung pelengseran Aceng Fikri.

"Pemalsuan tanda tangan, yang dari H Iip kalau tidak salah. Jadi, kalau secara ilmu hukum, ada beberapa pelanggaran pidana, terutama Pasal 263, 264," jelasnya.

Menanggapi masalah ini, pihaknya sudah melaporkan DPRD ke polisi jauh sebelum adanya putusan MA itu. "Kepada MA tertanggal 26 Desember ini, seharusnya MA mempertimbangkan dong, kenapa tidak sedikit pun kami ini menjadi perhatian," keluhnya.

Diberitakan sebelumnya, MA mengabulkan permohonan Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut untuk melengserkan Aceng. Dalam pendapat DPRD Kabupaten Garut Nomor 30 Tahun 2012 tanggal 21 Desember 2012, Aceng Fikri terbukti melakukan pelanggaran etika ketika menikah siri dengan Fani Oktora kemudian menceraikannya dalam waktu empat hari.

Putusan MA itu dijatuhkan pada Selasa (22/1/2013) beberapa hari lalu oleh majelis hakim yang diketuai oleh Paulus Efendie Lotulung dengan hakim anggota Yulius dan Mohammad Supadi.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com