Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maulid Politik Kenabian

Kompas.com - 23/01/2013, 01:52 WIB

Oleh ASEP SALAHUDIN

Dalam titik tertentu, setiap nabi dihadirkan tidak hanya sebagai penanda perubahan rohaniah, tetapi juga bersentuhan dengan persoalan politik praktis. Hal ini juga tak terhindarkan dengan sosok Muhammad SAW, yang hari kelahirannya diperingati umat Islam bertepatan dengan tanggal 24 Januari 2013/ 12 Rabiulawal 1434.

Muhammad bukan hanya seorang Nabi, melainkan sekaligus politisi. Politik di sini tidak sekadar berkaitan dengan hasrat kuasa, tetapi juga dalam makna yang lebih luas—dalam tilikan Michel Foucault—berhubungan dengan institusi budaya, sosial, agama, bahkan pengetahuan. Kekuasaan dalam arti vertikal (mandat individual) dan horizontal-sosial (mandat sosial).

Dalam praktiknya, hampir dipastikan tak ada orang yang terlepas dari politik dan tak mungkin melepaskan diri dari politik. Watak manusia memang makhluk politik, zoon politicon, yang senantiasa didiskusikan, baik menyangkut perilaku maupun basis yang menjadi pijakannya. Sebut saja ada masanya ketika politik itu dijangkarkan pada rasionalisme, individualisme, materialisme, dan metafisika ketuhanan.

Semua fundamen politik itu membayangkan sebuah hasrat tergelarnya kesejahteraan umum dan terbangunnya keadaban publik. Aristoteles menyebutnya dengan tujuan meraih kebaikan utama (highest good) atau ruang berkeadaban (al-madinah al-fadhilah) dalam term Al-Farabi. Dalam nalar falsafah kita diwadahi spirit Pancasila yang berporos pada semangat: ketuhanan, kemanusiaan, nasionalisme, kerakyatan, dan keadilan sosial.

Politik nilai

Tentu saja politik yang diusung Muhammad SAW lebih mengarah pada politik berbasis kekuatan nilai, yang dijangkarkan kepada tautan metafisik dengan segala sanksi moral dan penghargaan transendental di belakangnya. Tak ubahnya tema nilai yang diusung khas nabi-nabi Ibrani lainnya.

Demi tersampaikannya nilai-nilai ini, Muhammad SAW bukan sekadar berbicara sebatas wacana baik-buruk, sehat-sakit, indah-jelek, sederhana-bermegahan, melainkan langsung menjadikan nilai itu sebagai bagian integral dari perilakunya.

Keteladanan lebih dikedepankan ketimbang perbincangan. Falsafah politiknya bukan hanya menjadi ”renungan”, melainkan sekaligus ”tindakan”; tidak sebatas ”wacana”, tetapi juga ”aksi nyata”. Contoh konkret menjadi strategi utama dalam menanamkan nilai-nilai politik itu dalam batang tubuh bermasyarakat.

Politik simbolik-imajiner yang terumuskan dalam senarai firman Tuhan (musyawarah, toleransi, lapang dada, keterbukaan, relasi antaragama, distribusi ekonomi, keadilan, kejujuran, transparansi, amanah, kecerdasan nalar) diturunkan menjadi ”yang riil” melalui langkah-langkah konkret yang tampak dan jelas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com