Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap Akhir Semanis Jenang

Kompas.com - 18/01/2013, 03:45 WIB

Bagi Sutrisno (45) dan istrinya, Sutiyem (40), warga Desa Bojong, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pasar Raya Sekaten yang digelar Keraton Surakarta bukan hanya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, melainkan juga untuk menambah rezeki dengan cara berjualan.

Dagangannya adalah jenang kelapa, produksinya sendiri. Selain telur asin, wedang ronde, nasi liwet, dan kinang, jenang kelapa merupakan salah satu makanan khas saat sekaten.

Sebagai buruh tani yang berpenghasilan Rp 25.000 per hari, membuat dan berjualan jenang merupakan usaha sampingan untuk menambah penghasilan. Usaha itu sudah 20 tahun dijalaninya bersama sejumlah warga yang berasal dari Kabupaten Kulon Progo. Setahun sekali, bertepatan dengan sekaten, warga Kulon Progo memang datang ke Solo, mengadu nasib.

Alasannya, berdagang di Solo lebih laris jika dibandingkan dengan berdagang di Yogyakarta. Maklum, di Yogyakarta, jenang juga banyak dijual di Kebun Binatang Gembiraloka.

Jenang adalah sejenis dodol. Adapun jenang kelapa yang dibuat Sutrisno dan istrinya terbuat dari tepung gaplek, gula jawa, dan potongan kelapa. Jenang itu dibuat sebulan sebelum Pasar Raya Sekaten digelar. Caranya, tepung gaplek dicampur air dimasak dengan wajan lalu ditambah gula dan potongan kelapa. Selama 24 jam, adonan itu diaduk, hingga menjadi dodol yang kemudian dituang ke cetakan kayu albasia berlapis plastik. Setelah didinginkan selama tiga hari, jenang bisa dipotong.

”Saya memasak 10 kali. Sekali memasak habis Rp 1,7 juta, yakni 50 kilogram tepung, 100 kilogram gula jawa, dan 50-100 butir kelapa. Satu masakan bisa jadi empat kotak berukuran 50 x 40 x 20 sentimeter (cm),” kata Sutrisno, Rabu (16/1) lalu.

Jenang kemudian dipotong- potong. Sepotong jenang berukuran 10 cm x 5 cm dengan ketebalan 2 cm dijual Rp 3.000. Ada aneka ukuran potongan jenang yang ditawarkan. Selain jenang kelapa, ada juga jenang lot. Tahun 1970-an, jenang gladag juga banyak dijajakan di seputaran Bundaran Gladag dan Pasar Gede, Solo.

Dengan modal total Rp 17 juta, Sutrisno mengaku mendapat penghasilan bersih Rp 20 juta. Itu, berarti, Sutrisno mendapat keuntungan bersih Rp 3 juta selama berjualan. Adapun pengeluarannya hanya untuk makan dan sewa lapak senilai Rp 1 juta untuk sebulan. Untuk tidur, keduanya cukup tidur di lapak yang disewanya.

Selain Sutrisno dan Sutiyem, ada juga Sugiyanto (58), asal Desa Depok, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, yang berjualan jenang. Mereka berharap, akhir dari Pasar Raya Sekaten membawa hasil semanis jenang yang dijualnya. (eki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com