Demikian disampaikan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP
Secara terpisah, dalam jumpa pers di Kementerian Agama (Kemenag), Direktur Jenderal Penyenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHI) Kemenag Anggito Abimanyu mengungkapkan, usulan moratorium pendaftaran haji dengan setoran dana awal tersebut masih wacana yang belum didasari kajian mendalam.
Johan menjelaskan, KPK pernah mengkaji penyelenggaraan haji dan menghasilkan sejumlah rekomendasi. Dari sana, kemudian dirancang pelaksanaan rekomendasi yang disebut action plan (rencana tindakan). Setiap rencana itu memiliki jadwal pelaksanaan.
Salah satu rekomendasi tersebut adalah penghentian sementara (moratorium) setoran awal saat pendaftaran haji. Calon jemaah haji bisa mendaftar, tetapi tanpa dana setoran awal. Jika nanti sudah memperoleh kepastian kapan berangkat, baru calon jemaah itu menyetor. Artinya, calon jemaah haji menyimpan sendiri uang pendaftaran mereka hingga mendapat jadwal keberangkatan yang pasti.
Menurut Anggito Abimanyu, hasil kajian Litbang KPK dituangkan dalam 48 action plan sistem penyelenggaraan haji. Hal itu mencakup berbagai hal, seperti perlunya pengaturan sumber pendanaan, perbaikan tata kelola dana abadi umat, pembentukan pengawas haji independen, dan pengelolaan aset haji lewat pembenahan sistem informasi dan laporan keuangan. Saat ini, sekitar 75 persen action plan itu telah diselesaikan dan diserahkan kepada KPK.
Di sana tidak ada butir tertulis soal moratorium pendaftaran haji dengan setoran awal. Hal ini memerlukan kejelasan. Dirjen PHU belum memiliki gagasan soal moratorium itu karena harus mengkaji dari berbagai sisi, legal, sosial, ekonomi, dan administratif.
”Pelaksanaan ibadah haji harus berpegang pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Setoran awal itu seperti uang muka untuk membeli tiket kursi penerbangan ke Arab Saudi,” kata Anggito.
Direktur Pengelolaan Dana Haji Kemenag Syariful Mahya Bandar menjelaskan, total akumulasi setoran awal calon jemaah haji yang telah mendaftar saat ini adalah Rp 48,7 triliun. Sebanyak Rp 35 triliun di antaranya disimpan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara alias sukuk di Kementerian Keuangan dan sekitar Rp 13 triliun disimpan sebagai deposito di bank-bank pemerintah. Penyimpanan tersebut menggunakan lembaga penjaminan dan besaran bunganya mengacu pada Bank Indonesia.