Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berhentikan Pejabat Mantan Terpidana

Kompas.com - 06/11/2012, 13:27 WIB
Kris R Mada

Penulis

BATAM, KOMPAS.com- Gubernur Kepulauan Riau dan para bupati di provinsi itu didesak untuk segera memberhentikan pejabat yang pernah dipidana. Hingga saat ini, sedikitnya 13 pejabat di Kepulauan Riau pernah dipidana karena korupsi, narkotika, dan pemalsuan tanda tangan.

Koordinator Laki Pejuang, organisasi anti korupsi Natuna, Haidir Candra mengatakan, perintah pemberhentian ditegaskan lewat edaran Kementerian Dalam Negeri nomor 800 tanggal 29 Oktober 2012.

"Masih ada pejabat mantan terpidana korupsi. Sebagus apapun kemampuannya, tidak layak jadi kepala dinas kalau sudah pernah korupsi," ujarnya, Selasa (6/11/2012) kepada Kompas.

Di Natuna, katanya, ada dua mantan terpidana korupsi dana bagi hasil migas menjadi pejabat. Mereka adalah Senagip, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan sekaligus Sekretaris KPU Natuna, serta Yusrizal, Kepala Badan Keselamatan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Natuna.

"Mereka bisa mundur atau diberhentikan, sesuai edaran Mendagri," kata Candra.

Selain di Natuna, di sejumlah daerah juga ada pejabat yang mantan terpidana, baik dalam kasus korupsi maupun tindak pidana lain. Data yang diperoleh Kompas menyebutkan, di Tanjung Pinang ada Raja Faisal Yusuf, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. Ia pernah dipenjara 30 bulan karena merugikan negara Rp 1,3 miliar dalam pembangunan gedung serba guna Tanjung Pinang.

Di Karimun malah ada empat mantan terpidana korupsi menjadi pejabat. Mereka adalah Yan Indra, Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga; Raja Ubaidillah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum; Suhaimi, Kepala Sub Bagian Program dan Evaluasi Sekretariat Kabupaten. Ketiganya dipenjara karena merugikan negara Rp 1,2 miliar dalam kasus pembebasan lahan PT Saipem Indonesia. 

Satu lagi adalah Nuzirman, Kepala Bagian Persidangan DPRD Karimun yang dipenjara karena korupsi pembangunan SMKN 1 Moro.

Kabupaten Lingga mencetak rekor dengan mengangkat enam mantan terpidana sebagai pejabat. Iskandar Idris, Kepala Dinas PU dan Perhubungan Lingga, dipenjara karena merugikan negara dalam pembangunan Dermaga Rejai. Dermaga roboh beberapa bulan setelah proyek selesai. Kasus ini juga melibatkan Togi Simanjuntak, Kepala Satpol PP Lingga.

Selanjutnya ada Dedy ZN, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Lingga. Dia dihukum karena merugikan negara dalam kasus pencetakan sawah di Singkep Barat. 

Lalu ada Jabar Ali, Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Lingga, yang dihukum karena merugikan negara dalam proyek swakelola Dinas Pendidikan Lingga.

Ada pula Nurmadiah, Sekretaris Dinas PU dan Perhubungan Lingga. Dia dihukum karena memalsukan tanda tangan para guru. Terakhir Badoar Hery, Kepala Tata Pemerintahan Lingga, yang dihukum karena narkotika. Nurmaidah juga pernah menjadi tersangka korupsi dana asuransi PNS Rp 806 juta, tetapi dia mengembalikan dana itu ke kas daerah.

Para mantan narapidana yang saat ini masih menjabat itu umumnya sudah menjabat jauh sebelum penunjukkan mantan terpidana sebagai pejabat menjadi polemik. Namun, penunjukkan mereka salah satu pemicu Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan edaran nomor 800 tanggal 29 Oktober 2012.

Lewat edaran itu, Kementerian Dalam Negeri melarang seluruh mantan terpidana korupsi menjadi pejabat. Mereka yang sudah menjabat harus diberhentikan oleg gubernur atau wali kota/bupati setempat.

Kementerian Dalam Negeri akan membatalkan surat pengangkatan pejabat provinsi. Untuk tingkat kabupaten/kota, gubernur diminta membatalkan surat pengangkatan oleh bupati/wali kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com