Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teknologi Pompa Surya untuk Daerah Rawan Air

Kompas.com - 02/11/2012, 11:14 WIB
Kontributor Yogyakarta, Gandang Sajarwo

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Delapan desa di wilayah kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masuk kategori daerah rawan air. Curah hujan yang rendah dan tidak sebanding dengan luas wilayah menyebabkan keberadaan sumber air baku di Gunung Kidul tidak merata. Jikapun ada sumber air baku, umumnya belum memenuhi syarat sebagai air minum hingga memerlukan penanganan khusus.

Selain itu topografis daerah Gunung Kidul yang berbukit-bukit, membutuhkan investasi yang besar dalam pembangunan sarana air bersih. Demikian dikatakan pengurus Satuan Kerja Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum (Satker PK PAM) DIY Hadianto Hadiwidjaja dalam diskusi hasil kajian pendayagunaan iptek masyarakat di Fakultas Teknik UGM, Kamis (1/11/2012) kemarin.

Hadir dalam diskusi itu, Kepala Bidang Transfer Iptek Kemenristek, Ari Hendrarto, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek), Putut Indriyono, Peneliti Energi Terbarukan, Ahmad Agus Setiawan, dan Peneliti Teknik Hidro Darmanto. " Ada delapan desa yang masuk kategori daerah rawan air di Gunung Kidul. Satker PK-PAM DIY pada tahun 2013 akan membangun sarana sistem air bersih di beberapa desa tersebut dengan target pelayanan kurang lebih 7.000 jiwa," kata Hadianto.

Untuk mendukung rencana tersebut, lanjut Hadianto, dibutuhkan teknologi pompa air tenaga surya. "Teknologi ini merupakan salah satu solusi yang baik untuk menggangkat air di daerah yang sulit air dan belum terjangkau jaringan listrik," lanjut Hadianto.

Saat ini, sudah ada dua daerah di Gunungkidul yang telah memanfaatkan teknologi pompa tenaga surya untuk mengangkat air. Yaitu di Dusun Banyumeneng, Desa Giriharjo, Panggang, dan di Dusun Sureng, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus. "Di Banyumeneng dibangun sejak 2009 dan masih berjalan. Sedangkan di Tepus baru dibangun tahun ini," katanya.

Menurut Agus Setiawan, teknologi pompa surya di Banyumeneng masih tetap bertahan dan berjalan hingga saat ini karena setelah pembangunan selesai, segera dibentuk pengurus pengelola air. Pengurus inilah yang mengatur pola pembagian air dan membiayai perawatan pompa dan panel surya. "Keluhan yang sering disampaikan masyarakat adalah kecilnya debit air yang mampu diangkat. Padahal hal itu sangat bergantung pada tingkat pancaran panas sinar matahari yang berhasil diserap dan sisimpan panel surya. 50 persen masyarakat menginginkan sistem ini digabung dengan listrik agar debit air semakin besar," katanya.

Sementara, Ari Hendrarto dari Kementerian Riset dan Teknologi menegaskan Kemenristek akan terus menggelontorkan dana untuk mendukung pembangunan sarana air bersih di daerah sulit air di DIY. Salah satunya, pemanfaatan energi surya untuk menggerakan pompa air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih.

"Tahun 2013 kita tetap mengalokasikan anggaran untuk itu. Ristek tetap berkomitmen bahwa teknologi harus didekatkan ke masyarakat," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com