Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kami Kehilangan, tetapi Takkan Dendam

Kompas.com - 01/11/2012, 04:12 WIB

HERLAMBANG JALUARDI dan Pascal bin Saju

Raut muka Nyoman Darsa (36) tampak risau, berbeda dengan rekan-rekan lainnya dari Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Kabupaten Lampung Selatan, yang sudah mengungsi di Sekolah Polisi Negara Polda Lampung. Sejak pertama tiba di pengungsian itu, Selasa siang, ayah mertuanya, Ladri (60), tidak terlihat.

Ada isu berembus, Ladri adalah salah satu korban jiwa akibat kericuhan pada Senin siang. ”Hari itulah saya terakhir melihatnya. Kami sedang berkumpul di rumah tetangga yang menjadi posko. Saat ada serangan, kami kocar-kacir menyelamatkan diri,” kata petani ini dengan terbata-bata, Rabu (31/10).

Darsa lalu sibuk berbicara dengan kerabatnya dalam bahasa daerah. Mereka baru menerima kabar dari saudara yang tak ikut mengungsi bahwa Ladri tidak berhasil melarikan diri. Dari obrolan itu tersirat kondisi jenazahnya mengenaskan. Saat berusaha ditegaskan, Darsa hanya menjawab singkat, ”Kami belum yakin,” lalu memalingkan muka.

Darsa melaporkan kabar itu kepada polisi yang bertugas di posko pengungsian. Dia menceritakan ciri-ciri mertuanya. Pakaian terakhir yang dikenakan Ladri adalah celana pendek, kaus, dan memakai topi. Polisi masih enggan membenarkan laporan tersebut.

Sebelumnya, Darsa mengaku sudah mencari di kamar jenazah Rumah Sakit Kalianda, tetapi hasilnya nihil. Ayah satu anak ini tetap ingin mencari Ladri, bagaimanapun kondisinya. Jikalau kemungkinan terburuk terjadi, keluarga Darsa berencana melakukan kremasi sesuai adat mereka.

Siap dari nol

Perasaan kehilangan lekat menyelimuti pengungsian yang hingga Rabu sore dihuni sekitar 2.000 orang itu. Tak cuma kehilangan sanak saudara, mereka juga kehilangan mata pencarian yang telah mereka geluti bertahun-tahun dan harta benda yang telah mereka kumpulkan.

Santri (50) adalah ayah dua anak kelahiran Nusa Penida, Bali, yang menjalani lebih dari separuh usianya dengan bertani di Balinuraga. Luas sawahnya sekitar 5.000 meter persegi.

Selain bertani, dia juga beternak babi. Terakhir, dia memiliki empat babi. Hewan itu biasanya dijual seharga Rp 500.000 per ekor. ”Tidak tahu apakah babi itu sekarang masih ada. Yang saya tahu rumah ikut terbakar,” katanya menceritakan kembali dari apa yang ia dengar dari tetangga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com