Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Dorong Warga Pelihara Satwa Liar

Kompas.com - 24/10/2012, 02:27 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana legalisasi pemeliharaan harimau oleh individu, seiring rencana penangkaran harimau, bisa mendorong publik memelihara satwa liar dilindungi. Butuh pelibatan banyak pihak mengkaji dan mematangkan konsep.

Seperti diungkapkan Kementerian Kehutanan, nantinya harimau sumatera yang boleh dipelihara adalah yang berstatus F3 (keturunan ketiga hasil penangkaran). Penangkaran akan dibangun di Cagar Alam Senepis, Riau, seluas 3 hektar, menggunakan dana APBN Rp 3 miliar.

”Walau secara hukum sah-sah saja memelihara keturunan F3, harimau adalah satwa liar dilindungi. Seyogianya masyarakat tak didorong memelihara (satwa liar),” kata Hariyo T Wibisono, mantan Koordinator Konservasi Harimau di Wildlife Conservation Society, melalui surat elektronik, Selasa (23/10).

Terkait pembangunan penangkaran harimau sumatera, lanjutnya, bisa saja dicoba. Namun, menjadi ironi ketika kebijakan itu justru mendorong pemeliharaan harimau liar. Apalagi itu berasal dari institusi yang seyogianya menyadarkan publik agar tak memelihara satwa liar.

Hariyo, yang 13 tahun berkutat dengan isu-isu harimau dan kini melanjutkan program doktor di Universitas Delaware, AS, menilai, kemampuan Indonesia dalam penangkaran harimau terbatas. Sebagian harimau yang dilepasliarkan bernasib tak jelas. Beberapa di antaranya berakhir dengan kematian.

”Perlu keterbukaan dan pelibatan para ahli konservasi harimau. Saya tahu persis, sebagian besar ahli harimau Indonesia tak pernah secara teknis dan nonteknis dilibatkan,” ungkapnya.

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut Darori mengatakan, rencana itu adalah upaya jalan keluar masih adanya warga yang memelihara harimau secara ilegal. Lagi pula, nantinya ada syarat memelihara, seperti uang jaminan Rp 1 miliar, pemantauan intensif oleh dokter, dan kandang 10 meter x 20 meter per ekor.

Terpisah, Ketua Forum Harimau Kita Dolly Priatna, yang sedang mengikuti Asian Ministerial Conference on Tiger Conservation di Butan, mengingatkan agar rencana ini disiapkan matang. ”Perlu kajian komprehensif melibatkan banyak pihak untuk menentukan lokasi,” ujarnya.

Secara umum, ia menilai rencana ini bagus sebagai penampungan sementara harimau korban konflik sebelum dikembalikan ke alam. Apalagi, penangkaran harimau bakal dilengkapi klinik/rumah sakit khusus.

Aspek sosial politik

Hariyo menegaskan perlunya memerhatikan aspek sosial, yakni dampak terhadap masyarakat setempat di mana penangkaran dibangun dan harimau hasil kembang biak akan dilepaskan, di luar yang akan dipelihara.

Selain itu, dari aspek politik, ia mempertanyakan dampaknya terhadap dukungan internasional, yang sebagian besar cenderung menentang ide-ide semacam ini. ”Pemerintah Indonesia tak boleh mengabaikan aspek kedua itu karena dukungan teknis, politis, dan pendanaan dari dunia internasional tetap diperlukan dalam rangka konservasi harimau sumatera,” katanya.

Ia cenderung mendorong agar upaya peningkatan populasi harimau difokuskan pada perlindungan habitat-habitat tersisa. Contohnya, penguatan kegiatan patroli dan penegakan hukum serta mitigasi konflik antara manusia dan harimau. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com