Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meriset Sekaligus Berbisnis

Kompas.com - 17/09/2012, 02:49 WIB

Oleh Subur Tjahjono

Riset adalah basis kegiatan bisnis perusahaan perbenihan tanaman pangan dan hortikultura PT BISI International. Namun, dari hasil riset berupa benih jagung hibrida dan benih tanaman hortikultura lainnya, emiten indeks Kompas100 ini tetap dapat meraup laba.

Laba PT BISI International (BISI) semester I-2012 tidak terlalu besar. Pada semester 1-2012, BISI membukukan laba bersih Rp 82,63 miliar atau Rp 28 per saham. Laba itu naik 3,7 persen apabila dibandingkan dengan laba bersih pada semester I-2012 yang sebesar Rp 80,55 miliar atau Rp 27 per saham.

Saham BISI sebanyak 45,92 persen dimiliki masyarakat. Sebanyak 54,08 persen dimiliki dua perusahaan, Midsummer Limited (23,08 persen) dan PT Agrindo Pratama (31 persen) yang dikendalikan keluarga Jialipto Jiaravanon. Jiaravanon juga Komisaris Utama BISI.

Perusahaan yang berdiri tahun 1983 itu memiliki Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk, yang terutama berkedudukan di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Dari 725 karyawan tetap, sebanyak 40 orang adalah peneliti, 9 orang berpendidikan doktor (S-3) dan 5 orang berpendidikan master (S-2). Selain itu, sekarang perseroan juga menyekolahkan seorang karyawan peneliti ke Amerika Serikat untuk program PhD dan 16 orang sekolah S-2 di dalam negeri.

Perusahaan itu kini dipimpin oleh lulusan tahun 1990 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Jemmy Eka Putra. Jemmy Eka Putra, yang bergabung dengan perusahaan itu pada tahun 1990, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 18 Desember 1968. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Presiden Direktur BISI Jemmy Eka Putra di Surabaya, Sabtu (8/9).

Apa yang mendukung laba semester I-2012?

Laba kami tidak sampai dua digit. Bisnis kami benih tanaman pangan, khususnya jagung hibrida. Kemudian ada padi hibrida dan sayur-mayur. Bisnis benih memang sangat dipengaruhi iklim. Iklim dalam dua-tiga tahun terakhir ini agak sulit diprediksi. Sampai dengan enam bulan pertama, penjualan jagung hibrida masih cukup memuaskan. Salah satu penyebab utamanya adalah pada enam bulan pertama harga jagung internasional relatif murah. Di lokal hanya Rp 2.000 lebih per kilogram. Di lain pihak, harga gabah tinggi sekali, Rp 3.000 lebih per kilogram, sehingga di daerah-daerah yang seharusnya pada musim kemarau kedua ada pilihan menanam jagung atau padi, sebagian besar ke padi. Namun, ada kekeringan di Amerika Serikat sehingga harga jagung tinggi sekali. Hari ini sudah Rp 3.300 per kilogram. Iklim sekarang lebih kering dibandingkan dua tahun terakhir. Kalau tidak ada kendala iklim, laba kami bisa naik lebih dari itu.

Itu faktor eksternal, kalau internal kami solid, risetnya kuat.

Margin laba bisnis benih cukup tinggikah?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com