Gunung Sugih, Kompas -
Hal itu dikatakan Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, Banun Harpini di Lampung, Senin (10/9). Dia mengikuti kunjungan kerja rombongan Komisi IV DPR untuk menelusuri kasus sapi impor yang masuk ke Lampung. Menurut dia, 10.005 sapi betina itu masuk ke Indonesia melalui izin dokumen impor sapi bibit.
”Namun, fisik sapi tidak sesuai dengan izin. Itu ternyata adalah sapi produktif (bakalan), bukan bibit. Sementara saat ini pemerintah membatasi impor sapi bakalan. Aturan impor sapi betina produktif saat ini belum ada,” ujar Banun.
Sapi-sapi ini diimpor oleh empat importir atau feedlot, yaitu PT Tanjung Unggul Mandiri di Tangerang, PT Great Giant
Wakil Ketua Komisi IV DPR Ibnu Multazam yang memimpin kunjungan kerja Panitia Kerja Swasembada Pangan Komisi IV ke Lampung mengatakan, sapi- sapi impor yang masuk ke Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan itu harus diekspor kembali ke negara asal.
Dokumen impor sapi-sapi asal Australia itu tidak memenuhi persyaratan yang diatur Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2012 tentang Persyaratan Mutu Benih, Bibit Ternak, dan Sumber Daya Genetik Hewan. Dokumen impor sapi ini tidak dilengkapi keterangan sertifikat klasifikasi bibit dan pedigree (silsilah keturunan) secara individual.
”Kasus (impor sapi) ini menjadi keprihatinan kami terkait upaya swasembada daging. Saat ini peternak tengah bersemangat memelihara sapi-sapi mereka, saat harga di tingkat petani Rp 27.000-Rp 28.000 per kilogram. Impor (sapi ini) dapat mengganggu itu,” tuturnya.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini membatasi impor sapi bakalan, yaitu hanya 283.000 sapi pada 2012. Kebijakan itu untuk mendukung program swasembada daging pada 2014.
”Repotnya, para pengusaha ini kan umumnya senang coba-coba mencari celah dari aturan. Tidak mungkin mereka tidak paham aturan,” ujar Sudin, anggota Komisi IV DPR asal Lampung.