Jakarta, Kompas
”Kematian Munir merupakan kehilangan besar bagi gerakan perempuan dan gerakan HAM pada umumnya,” kata Wakil Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah di Jakarta, Jumat (7/9).
DPR dan pemerintah didesak segera mengesahkan legislasi khusus perlindungan hukum lebih kuat kepada pembela HAM, sebagaimana terjadwal dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2011-2014.
Menurut Masruchah, komunitas korban dan masyarakat tak akan pernah lupa pada kepemimpinan Munir. Ia adalah pembela HAM berintegritas dan berkomitmen pada perjuangan hak- hak perempuan korban. Munir juga menempatkan pembelaan pada perempuan korban kekerasan sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan HAM. Munir adalah aktivis HAM laki- laki pertama yang mengangkat pengalaman khas perempuan dalam situasi konflik bersenjata di Timor Timur tahun 1999.
Ketua Sub-Komisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengemukakan, delapan tahun cukup untuk menunjukkan bukti ketidakseriusan serta abainya pemerintah dan institusi penegak hukum terhadap penuntasan kasus Munir. Penundaan penuntasan kasus Munir menjadi teror bagi pembela HAM.
Di beberapa tempat dilakukan serangkaian aksi memperingati delapan tahun pembunuhan Munir. Di Kota Batu dan Kota Malang, Jawa Timur, aksi dilakukan di Alun-alun Batu dan di bundaran Universitas Brawijaya.
Pengajar Fakultas Hukum Unbraw, Ngesti D Prasetyo, mengungkapkan, elemen-elemen aksi tergabung dalam wadah Sahabat Munir. Koordinator aksi mahasiswa, Syahrul, mengingat pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pengusutan kasus pembunuhan Munir merupakan ”ujian bagi sejarah kita” dan dalam ujian itu negara disebutnya gagal.