Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanggup Sejahtera Bersama Bordir

Kompas.com - 05/09/2012, 04:23 WIB

Krisis ekonomi tahun 1998 hingga awal tahun 2000 membuat perajin bordir Tasikmalaya menjadi lebih kuat. Saat banyak orang kehilangan pekerjaan, perajin bordir justru merasakan nikmat yang besar.

”Banyak perajin bordir naik haji, membangun rumah tingkat, dan membeli mobil baru. Rata-rata 15 pasang perajin bordir naik haji. Ramai pesanan biasanya jelang Idul Fitri, bisa 50 persen melebihi hari biasa,” kata Asep Ridwan, perajin bordir asal Kawalu, Kota Tasikmalaya.

Tingginya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah saat krisis itu, meningkatkan pembelian bordir, khususnya konsumen Malaysia dan Singapura. Dengan 10 dollar AS, mereka bisa membeli 3-4 mukena bordir. ”Krisis saat itu justru membuat perajin bordir bersemangat bekerja,” ujar Ketua Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya ini.

Bukan itu saja. Jiwa perantau juga berperan besar. Bersama rekan-rekannya, Haji Cholidin, perajin bordir Tasikmalaya, berinisiatif membawa baju koko dan mukena bordir langsung ke Jakarta. Sebelumnya bordir hanya dititipkan melalui tangan ketiga untuk dijual ke Jakarta.

Dulu bordir dibawa dengan kendaraan umum dan sewaan. Omzetnya hanya Rp 1 juta per bulan dengan lapak seadanya, seperti di pinggir Kali Waduk Melati, Jakarta Selatan. Hari pasar biasanya dua kali seminggu, setiap Senin dan Kamis.

Dengan Keuletan dan kerja keras membawa mereka ke Lantai 5 A Blok F Pasar Tanah Abang sekitar tahun 2002. Pengelola pasar diuntungkan karena tingginya konsumen bordir. Tiap dua minggu sekali, 50-100 mobil angkut dari Tasikmalaya. Satu mobil membawa 20-40 kodi sekali pengiriman. Saat ini, jumlah itu setara dengan Rp 2 miliar-Rp 3 miliar. Idul Fitri dan hari raya Islam lainnya adalah saat perajin dan pedagang mendapatkan keuntungan tinggi.

”Sekarang beberapa pedagang diberikan lapak gratis di empat mal Jakarta, seperti Agung Podomoro, Season City, Serpong Plaza, Atrium, dan Pondok Indah. Pengelola mal bilang kios bordir meningkatkan jumlah pengunjung mal,” katanya.

Pulang kampung

Maraknya bordir tidak lepas dari masuknya mesin jahit ke Indonesia awal tahun 1920. Saat itu, hanya petinggi Belanda di Batavia yang mampu mendatangkan dan membuat usaha jahit dengan tenaga kerja lokal. Mesin jahit lazim disebut juki dengan merek dagang paling populer, Singer.

Seiring perkembangan waktu, kreativitas berkembang menghasilkan bordir. Ahlinya adalah warga Tionghoa. Terbukti motif bunga dan tanaman khas China begitu kental.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com