Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebaran Ketupat Berlangsung Meriah

Kompas.com - 27/08/2012, 14:47 WIB

GORONTALO, KOMPAS.com - Perayaan Lebaran ketupat di sejumlah daerah, seperti Madura, Jawa Timur, Gorontalo, dan Tondano, Minahasa, sepekan setelah Idul Fitri atau Minggu (26/8/2012) berlangsung meriah.

Tak hanya ramai di perkampungan Jawa di Gorontalo, Lebaran ketupat turut dimeriahkan oleh warga lokal dengan menggelar lomba perahu hias dan karapan sapi.

Sejak Minggu pagi, keramaian terjadi di salah satu pusat perayaan Lebaran ketupat di Jalan Raya Limboto, Desa Yosonegoro, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo.

Yosonegoro salah satu desa di Kabupaten Gorontalo yang dihuni etnis Jawa-Tondano. Sebagian besar rumah di desa itu menyelenggarakan jamuan makan. Kegiatan ini menyebabkan kemacetan karena ribuan warga berkumpul untuk meramaikan perayaan.

Menurut Hasyim Mertosono, tokoh etnis Jawa-Tondano, di Kabupaten Gorontalo, Lebaran ketupat merupakan warisan nenek moyang etnis Jawa-Tondano yang merupakan pengikut Kiai Modjo.

Kiai Modjo adalah panglima perang Pangeran Diponegoro yang diasingkan ke Minahasa, Sulawesi Utara, diikuti puluhan pengikutnya yang berasal dari Jawa. Para pengikut Kiai Modjo kemudian mencari permukiman baru di Gorontalo pada era 1900-an dan menikah dengan perempuan setempat.

Pakar sejarah dari Universitas Negeri Gorontalo, Alim S Niode, mengatakan, kini tradisi Lebaran ketupat di Gorontalo bukan saja milik etnis Jawa-Tondano, melainkan menjadi tradisi bersama warga.

Hal serupa diutarakan Ishak Pulukadang, tokoh masyarakat Jawa-Tondano yang menyebutkan Lebaran ketupat menjadi cermin toleransi umat beragama di Minahasa dan Sulawesi Utara. Dulu, perayaannya terbatas di kalangan keluarga Jawa-Tondano, Namun, kini tak memandang suku dan agama.

Grebeg Syawal

Sementara itu, ribuan warga memadati kompleks Makam Sunan Gunung Jati di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengikuti tradisi Grebeg Syawal. Mereka datang dari sejumlah daerah di wilayah Cirebon, bahkan dari Jawa Tengah, dengan tujuan berdoa dan mencari berkah keselamatan.

Kompleks makam ramai sejak pukul 08.00 ketika Sultan Kanoman Muhammad Emiruddin memimpin rombongan keluarga keraton ziarah ke makam penyebar Islam dan pendiri Kerajaan Cirebon itu. Warga terus berdatangan hingga siang hari. Beberapa di antaranya bahkan menginap di kompleks makam agar bisa mengikuti acara itu.

”Saya berangkat dari Indramayu Sabtu malam dan menginap di pelataran makam bersama dua adik saya. Kami berangkat lebih awal supaya bisa mengikuti acara dengan lengkap dari pagi hari,” kata Umari (45), dari Widasari, Indramayu.

Selain ziarah dan pengajian di kompleks makam, Sultan dan keluarga keraton membagikan uang recehan kepada warga. Tradisi ini disebut Tawurji.

Warga berebut mendapatkan uang receh dan sisa makanan keluarga keraton dengan harapan mendapatkan berkah kebahagiaan. (APO/REK/ZAL)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com