Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Banjir Bandang Bukit Lawang

Kompas.com - 24/08/2012, 02:38 WIB

Sungai Bahorok marah karena hutan rusak. Banjir bandang menghantam perkampungan, menewaskan sedikitnya 200 orang pada tahun 2003. Kini masyarakat sadar kelestarian hutan harus dijaga.

Abdul Halim (60) menata botol air mineral dan minuman bersoda di atas meja kayu. Istrinya, Aslah (42), sibuk menata mi instan dan sayuran dalam lemari etalase yang terbuat dari kayu dan kaca. Mereka berdua berjualan di warung kayu beratap terpal persis di tepi Sungai Bahorok, Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Lokasi ini ramai dikunjungi pelancong lokal ataupun mancanegara. Daya tarik utamanya adalah orangutan (Pongo abelii) di hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Pintu masuk taman ini cuma 25 meter dari tempat Abdul berjualan.

Saat liburan panjang, pendapatan mereka bisa mencapai Rp 200.000 per hari. Di hari biasa hanya seperempatnya. Jika jumlah pelancong merosot, Abdul memilih berkebun.

Sepuluh tahun lalu Abdul termasuk orang berada di Bukit Lawang. Ia memiliki hotel berlantai tiga dengan 50 kamar di tepi Sungai Bahorok. Hotel itu dia bangun sejak tahun 1986 dengan nama Bahorok River. Saat musim puncak liburan, pemasukan hotel tak kurang dari Rp 7 juta per hari. Bangunan yang tergolong mewah itu sempat ditawar pendatang Rp 2 miliar.

Saat itu belasan hotel serupa juga berdiri di bantaran sungai. Sebagian bangunan hotel berada di atas sungai.

Banjir bandang

Saat itu bulan puasa, bertepatan bulan November 2003. Hujan lebat turun berhari-hari di Langkat Hulu, termasuk Bukit Lawang. Saat warga tarawih terdengar suara gemuruh. Air beserta lumpur, pasir, batu, dan kayu datang menghantam.

Bangunan di sepanjang tepi Sungai Bahorok, termasuk Hotel Bahorok River, hancur diterjang air bah. Sebanyak 129 orang tewas, termasuk tujuh pelancong asing. Lebih dari 100 orang hilang dan diduga meninggal. Sedikitnya 400 bangunan hancur.

Nyawa melayang. Warung, rumah, penginapan, dan hotel hancur. Berakhir masa keemasan warga Bukit Lawang yang mengandalkan pendapatan dari pelancong. ”Saat itu saya merugi hingga Rp 162 juta,” kata Jimmy Harman (42), salah satu pemilik penginapan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com