Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Lodok, Sawah Perdana Manggarai Raya

Kompas.com - 13/08/2012, 04:25 WIB

OLEH FRANS SARONG

Nusa Tenggara Timur adalah provinsi gersang. Dari daratannya seluas 47.349 kilometer persegi, tercatat 96,74 persen adalah lahan kering sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi berasnya harus dipasok dari luar sedikitnya 100.000 ton per tahun. Namun, kondisi demikian tidaklah berarti NTT tanpa lahan sawah. Di antara kawasan gersang mahaluas, malah ada kabupaten dengan bentangan sawah luas dan produksi berasnya pun surplus hingga 30.000 ton per tahun! 

abupaten itu adalah Manggarai di bagian barat Pulau Flores. Didukung areal sawah 11.595 hektar atau dengan areal tanam lebih kurang 21.500 hektar per tahun, Manggarai hingga kini menempatkan diri sebagai kantong beras utama NTT.

”Rata-rata kabupaten/kota di NTT produksi berasnya selalu minus untuk kebutuhan konsumsinya. Sebaliknya, kami di Manggarai, produksi berasnya setiap tahun selalu surplus,” kata Kepala Dinas Pertanian Manggarai Vinsen Marung dalam percakapan lepas di tepi hamparan persawahan Cancar—sekitar 15 kilometer sebelah barat Ruteng, kota Kabupaten Manggarai—awal Juli lalu.

Ia saat itu sedang mendampingi tim dari Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Bogor. Sejak beberapa hari sebelumnya, tim pimpinan Yayat Hadian ini mendata aspek fisik lingkungan terkait dengan program pengembangan tanaman pertanian dan perkebunan di Manggarai Raya (meliputi tiga kabupaten dan dua lainnya Manggarai Barat serta Manggarai Timur).

Kembali ke Manggarai. Areal sawahnya antara lain terbentang di Satar Mese (5.500 hektar), Wae Ri’i (1.120 hektar) dan Cancar (1.500 hektar). Tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, produksi beras dari sawah petani Manggarai tahun lalu mencapai 58.000 ton. ”Itu berarti produksi beras Manggarai mengalami surplus sekitar 30.000 ton setelah dikurangi 28.000 ton untuk kebutuhan konsumsinya,” kata Vinsen Marung.

Sistem lodok

Sebenarnya di balik bentangan areal luas serta produksi beras yang selalu surplus itu, budidaya sawah Manggarai juga menyimpan sejumlah kisah menarik. Salah satunya adalah penerapan sistem lodok dalam pembagian lahan sawahnya di sejumlah lingko atau hamparan.

Sesuai dengan tradisi leluhurnya, pengolahan sawah (ada juga lahan kering) sistem lodok diawali dengan penanaman sebatang pohon—lazim disebut haju teno oleh masyarakat setempat di titik tengah lingko (hamparan). Oleh tu’a teno (tetua penanggung jawab lingko termasuk urusan pembagian lahan), lahan dibagi-bagikan kepada para petani pendukungnya. Polanya dengan menarik garis dari titik tengah tersebut hingga titik batas luarnya. Setelah terbagi habis, hamparan seakan membentuk gambaran menyerupai jaring laba-laba. Ada pula yang menganalogikannya dengan pola pemotongan kue tar atau karakter spiderman.

Hamparan sawah Cancar adalah satu contoh sawah lodok bergambar jaring laba-laba atau karakter spiderman. Pengolahan sistem lodok itu menjadi pemandangan menarik, terutama saat lahan sedang diolah atau tanaman padi beda usia yang menjadi batas lahan dalam satu hamparan. Pemandangan bertambah menarik dan kian tegas bila disaksikan dari perbukitan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com