Banda Aceh, Kompas -
Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, Minggu (5/8), mengatakan, upaya memastikan kebenaran dugaan bahwa kerangka manusia itu korban konflik menjadi langkah pertama yang harus diambil sebelum Komnas HAM melangkah ke upaya hukum. Tim Komnas HAM akan meminta bantuan ahli forensik serta berkoordinasi dengan kepolisian.
”Penelitian forensik menjadi upaya yang harus dilakukan untuk melihat benar tidaknya kerangka itu korban konflik. Kami juga perlu berkoordinasi dengan kepolisian karena harus ada keabsahan formal atas upaya pengungkapan ini sebab menyangkut barang bukti,” kata Ifdhal.
Komnas HAM, lanjut Ifdhal, memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi atas hal ini. Saat ditanya kapan tim investigasi Komnas HAM diturunkan ke Aceh, Ifdhal mengatakan akan mempelajari lebih dulu laporan Kontras yang sudah diserahkan kepada Komnas HAM beberapa hari lalu. ”Kami akan segera mempelajarinya,” ujar dia.
Koordinator Kontras Aceh Destika Gilang Lestari berharap penemuan 5 kerangka manusia yang diduga korban konflik di Bener Meriah ini dapat dijadikan pintu masuk bagi Komnas HAM untuk menyelidiki terjadinya pelanggaran HAM berat di Aceh pada masa Daerah Operasi Militer, Darurat Militer, dan Darurat Sipil.
Dari informasi yang dikumpulkan Kontras Aceh, sejumlah kerangka yang ditemukan di Desa Bumi Ayu (dulu bernama Kampung Blok C), Bener Meriah, merupakan korban dalam peristiwa penghilangan paksa pada 6 September 2001 pukul 22.00. Saat itu, 3 dari 5 orang yang kerangkanya ditemukan di Desa Bumi Ayu, dijemput secara terpisah oleh orang tak dikenal di rumahnya masing-masing.
Akibat peristiwa itu, 3 orang tersebut dipastikan telah hilang sejak 11 tahun dan baru pada