Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naskah Sunda Kuno Berceceran di Masyarakat

Kompas.com - 20/07/2012, 19:13 WIB
Dedi Muhtadi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com -- Naskah Sunda kuno yang berisi berbagai petunjuk kehidupan mulai dari tradisi, nilai-nilai hingga tata cara bercocok tanam banyak berceceran di masyarakat. Keluarga pewaris biasanya tidak bisa menterjemahkan tulisan-tulisan terutama yang tertera dalam daun nipah, sehingga warisan leluhur itu dibiarkan lapuk dimakan usia.

Hal itu diungkapkan sejumlah peneliti dari Institut Budaya Sunda (Ibu Sunda) Jumat (20/7/2012) di Bandung, Jawa Barat.

Direktur Ibu Sunda Teddi Muhtadin menjelaskan, Ibu Sunda yang dibangun awal 2012 ini baru berhasil menghimpun 41 naskah Sunda kuno. Tidak mudahnya menelisik naskah-naskah itu karena sulitnya komunikasi dengan para pewaris. Pada umumnya mereka pasif dalam memberi informasi, sehingga para peneliti harus datang langsung ke tempat mereka.

Rahmat Sofyan, seorang peneliti menuturkan pengalamannya, ada pewaris yang membiarkan naskah-naskah tersimpan dalam peti kayu sederhana karena tidak berani membukanya. "Takut kualat atau dikutuk jika naskah itu dibuka secara sembarangan," ujar Rahmat menirukan ungkapan para pewaris.

Ada juga pewaris yang mengeluarkan golok karena tidak mau naskahnya pindah tangan.

Namun demikian, ada juga pewaris yang pikirannya sudah maju yakni minta bantuan menerjemahkan naskah-naskah itu kepada seorang peneliti di sebuah perguruan tinggi nasional. Namun ketika naskah-naskah itu diterjemahkan, pemilik naskah itu diminta biaya kompensasi atas jasa penerjemaahan lebih dari Rp 1 miliar.

"Karena biayanya di luar kemampuan keluarga pewaris ini akhirnya naskah itu dibiarkan tanpa kejelasan," tambah Rahmat.

Dinamika bahasa

Sebagai perbandingan, salah satu museum di Bandung selama 33 tahun baru berhasil mengumpulkan 135 naskah. Menariknya, naskah-naskah itu diteliti, antara lain bisa mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah di Tatar Sunda sejak abad 17. Selain itu dinamika bahasa juga bisa ditelusuri dari naskah-naskah kuno ini.

Contohnya, sebuah media Sunda tahun 1934 sudah mengiklankan obat-obatan dan sabun pembersih tubuh. Pada media cetak masa kolonial itu ada iklan sabun Camay dengan kata-kata untuk istri genit. Genit yang dimaksud saat itu adalah perempuan cantik, cerdas, cekatan atau istri binangkit. "Tapi sekarang, genit adalah istilah bagi perempuan yang kurang baik," ujar Idim Mumajad peneliti Kesundaan.

Salah satu pemrakarsa Ibu Sunda, Hikmat Gumelar menyatakan, Ibu Sunda merupakan lembaga budaya yang didirikan di Bandung, 1 April 2012. Para pendirinya memandang bahwa pengembangan budaya Sunda bukan saja keharusan dan pengayaan budaya Sunda itu sendiri, tapi juga daya pembangun jembatan yang mempertemukan berbagai budaya baik di Indonesia maupun di dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com