Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengarkanlah Suara Hati Pekerja Anak Ini...

Kompas.com - 24/06/2012, 17:44 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Jadi PRT (pekerja rumah tangga) itu enggak gampang, berat, enggak segampang yang orang pikir. Apalagi kalau majikan marah-marah. Salah sedikit marah. Jadi, hargailah PRT."

Begitulah ungkapan hati Rosa Fitriani (14), PRT di wilayah Bekasi, Jawa Barat, seusai pemutaran film berjudul "Aku, Masa Depanmu Indonesia!" di Jakarta, Minggu (24/6/2012). Rosa telah putus sekolah sejak kelas IV SD. Umurnya baru sembilan tahun saat ia mulai bekerja sebagai PRT.

Seperti masalah yang selama ini dialami pekerja anak lain, ketiadaan biaya membuat Rosa terpaksa harus berhenti sekolah. Kedua orangtuanya bekerja pemulung dengan penghasilan minim. "Saya pengin sekolah selayaknya anak-anak yang lain," kata anak kedua dari tiga bersaudara itu.

Dalam kesehariannya, Rosa bekerja sebagai PRT mulai pukul 08.00 sampai 18.00. Masak, beres-beres rumah, mencuci sekaligus menggosok pakaian, dan pekerjaan rumah lain menjadi beban kerjanya. Atas kerja keras yang tak layak di usianya itu, Rosa mendapat upah Rp 400.000 per bulan. "Semua saya kasih buat orangtua," katanya.

Rosa tak sendiri, masih ada beberapa anak lain yang menjadi PRT. Puluhan bocah lainnya juga bernasib sama, menjadi pekerja di usia belia. Selain PRT, mereka bekerja sebagai pengamen jalanan, bajing loncat (bajilo), pedagang di jalanan, pemulung, petugas kebersihan, buruh pabrik, bahkan pekerja seks komersial baik pria maupun perempuan.

Mereka semua terlibat dalam pembuatan film berdurasi 60 menit itu yang terbagi dalam enam cerita pendek. Setiap cerita memperlihatkan bagaimana keseharian mereka bekerja disertai ungkapan perasaan masing-masing. Khusus pekerja seks anak, hanya suara yang terdengar.

Selain menjadi pemeran film, mereka juga bertindak sebagai sutradara, kamerawan, dan lainnya. Keahlian membuat film itu mereka dapatkan dengan difasilitasi Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO) dan Kampung Halaman.

Awalnya, selama 1,5 bulan pekerja anak asal Jakarta, Makassar, dan Sukabumi mendapat pelatihan video. Mereka kemudian diberi kesempatan untuk mempraktikkan kursus singkat itu. "Tujuan kampenye ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah pekerja anak di Indonesia dengan memberi perhatian khusus pada hak anak atas pendidikan dan melindungi dari pekerjaan yang beresiko tinggi," kata Ketua Yayasan Kampung Halaman, Dian Herdiany.

Dian mengatakan, melalui partisipatori, pihaknya berharap agar tumbuh kesadaran kritis di antara mereka tentang apa yang mereka harapkan dan mengidentifikasi kemungkinan tantangan di masa depan. Pemahaman yang sejalan antara pekerja anak dan masyarakat, kata dia, diharapkan dapat mengurangi tingkat keterlibatan anak dalam pekerjaan.

"Penonton video diary diharapkan mau bersama-sama belajar mendengar dan memahami suara dan cara pandang para pekerja tentang pekerjaan dan kehidupan mereka selama ini," ucap Dian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com