Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemburu Gurita Samudra Hindia

Kompas.com - 08/06/2012, 07:58 WIB

Oleh Agung Setyahadi dan Ahmad Arif

KOMPAS.com - Senja menjelang. Awan hitam yang bergumpal-gumpal mempercepat kelam. Samsuir (45) masih juga menyelam di Teluk Angkeo, Pulau Simeulue, yang berombak. Sesekali kepalanya menyembul, lalu kembali menghilang. Namun, Jumat akhir Maret 2012 itu bukan hari keberuntungannya.

Setelah lebih dari empat jam berada dalam air, tubuh Samsuir menggigil menahan dingin. Namun, perburuan hari itu hanya menghasilkan dua anglit kecil. Anglit adalah sebutan Simeulue untuk gurita. ”Ini tidak ada 1 kilogram, Rp 10.000 saja tidak dapat,” ujar Samsuir saat menepi. Walau perburuan hari itu tak menggembirakan, Samsuir tak putus asa. ”Sekarang harga anglit lagi bagus.”

Empat rekan Samsuir lebih beruntung. Ali Safran (31), Mahmisar (30), Ramli (35), dan Jupri (25) memperoleh tangkapan lebih dari 3 kg per orang. Dengan harga Rp 26.000 per kg, paling tidak mereka akan mengantongi Rp 78.000.

Berburu gurita menjadi salah satu penghasilan utama sebagian warga Simeulue, selain menangkap lobster. Petaka gempa dan tsunami yang menerjang pesisir Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 justru membuka akses ke Simeulue. Pulau yang sebelumnya nyaris tak dikenal ini mulai didatangi banyak orang dari sejumlah negara. Pasar anglit terbuka sejak itu. Jika sebelumnya harga anglit hanya Rp 2.000 per kg untuk pasar lokal, kini menjadi Rp 26.000 per kg.

”Katanya sekarang dijual ke luar negeri oleh penampung di Sinabang (ibu kota Simeulue),” ujar Safran.

Pasar ekspor gurita terbuka setelah Pemerintah Kabupaten Simeulue bekerja sama dengan Aceh Ocean Coral membangun unit pengolahan hasil laut (cold storage) di Simeulue timur. Pembangunan gudang ikan itu menggunakan dana bantuan dari Bank Pembangunan Islam (IDB). Unit pengolahan ini menampung hasil laut dari masyarakat, termasuk gurita untuk diekspor ke Taiwan dan Korea Selatan.

Pembukaan unit pengolah hasil laut pada Desember 2011 merupakan langkah awal untuk memaksimalkan hasil tangkapan ikan Simeulue yang memiliki laut seluas 21.500 kilometer persegi. Dikepung Samudra Hindia dan berada tepat di atas zona penunjaman lempeng yang kerap mengirim gempa dan tsunami, Simeulue diberkahi dengan kekayaan bahari.

Berisiko

Namun, risiko perburuan anglit sangat besar, mulai dari terempas ombak hingga dililit tentakel gurita. Samsuir pernah dililit gurita hingga nyaris tewas. Tembakan panah warga Dusun Sini-Sini, Angkeo, itu hanya menyerempet gurita dan hewan laut cerdas itu balik menyerangnya.

”Saya teriak-teriak, untung ada rekan yang mendengar. Dia segera membantu melepaskan lilitan gurita,” kata Samsuir.

Risiko lain adalah bertemu rombongan hiu, seperti dialami Mahmisar. Saat itu, Mahmisar sibuk mengamati sela-sela karang yang biasa menjadi tempat sembunyi gurita, ketika tiba-tiba muncul seekor hiu yang berputar-putar di atas kepalanya.

”Untung saya membawa jeruk nipis dan meremasnya. Hiu itu langsung pergi,” katanya.

Jeruk nipis menjadi ”jimat” bagi warga Simeulue. Mereka mendapat petuah dari para orang tua supaya selalu membawa jeruk nipis jika berburu anglit. ”Mungkin minyak kulit jeruk tak disukai hiu. Ikan besar lain juga tidak berani mendekat jika kita peras minyak kulit jeruk,” ujar Ali Safran.

Risiko lain adalah arus laut yang berubah tiba-tiba. Pantai barat Simeulue yang menjadi ajang perburuan anglit langsung menghadap Samudra Hindia dan terkenal dengan ombaknya yang besar. Baru-baru ini, dua nyawa melayang karena terseret arus hingga membentur batu. Hal itu menjadi sangat berbahaya bagi para penyelam yang menggunakan alat selam sangat sederhana ini.

Mereka mengandalkan kekuatan paru-paru. Jika perairan dangkal, mereka cukup menggunakan masker dan selang snorkel buatan sendiri untuk bernapas. Alat penangkap gurita juga sederhana, hanya panah besi dengan pelontar karet dari ban dalam sepeda motor. Panah ini menggunakan mekanisme sederhana seperti ketapel.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com